Reporter: Adisti Dini Indreswari, Fahriyadi, Noverius Laoli | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Harga daging ayam di Tanah Air masih bergejolak. Otoritas pengawas persaingan usaha, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), menilai, selain dugaan praktik kartel, biang keladi fluktuasi harga daging ayam justru dipicu oleh Undang-Undang No 18/2009 tentang Peternakan.
Itu sebabnya, KPPU menyarankan agar UU Peternakan kembali direvisi. Alasannya, menurut Muhammad Syarkawi Rauf, Ketua KPPU, UU Peternakan itu menciptakan tata niaga daging ayam yang tak sehat dan rentan dipermainkan pemain besar.
Ada sejumlah poin yang dicatat oleh KPPU. Pertama, terbentuk struktur pasar yang tak seimbang. Meski sama-sama mengembangkan ternak ayam, tapi peternak rakyat tak berdaya melawan kedigdayaan perusahaan ternak swasta. Pasalnya, perusahaan swasta menyuplai bibit, pakan, dan vaksin yang harganya bisa mereka tentukan sehingga mempengaruhi harga ayam yang diproduksi.
Kedua, terlalu banyak pihak yang terlibat dalam distribusi daging ayam dari mulai peternak hingga konsumen membuat rantai pasok terlalu panjang. Akibatnya, harga ayam tinggi.
"Kami meneliti bahwa harga ayam di pasaran ini merugikan dua pihak, yakni peternak rakyat dan konsumen," ungkapnya kepada KONTAN, akhir pekan lalu.
Hasil hasil penelusuran ini, KPPU mengeluarkan sejumlah rekomendasi. Pertama, meminta pemerintah dan DPR merevisi UU Nomor 18/2009 tentang Peternakan. Syarkawi menyebut beleid
ini membuka peluang terjadinya ketidakseimbangan terhadap pasar daging ayam sehingga perlu dilakukan pemisahan pasar daging ayam di Indonesia.
Menurutnya, perusahaan peternakan swasta sebaiknya dilarang menjual daging ayam di pasar tradisional atau ritel yang berpotensi bersaing dengan peternak rakyat. "Perusahaan swasta sebaiknya menggarap pasar daging ayam untuk diekspor," ujarnya.
Kedua, peternak rakyat wajib menjalin kemitraan dengan perusahaan peternakan swasta yang juga memproduksi bibit, pakan, dan vaksin guna mendapatkan kepastian soal harga. Kemitraan ini membuat perusahaan peternakan akan berperan sebagai penyuplai kebutuhan peternak rakyat. Selain itu, dengan kemitraan ini, maka peternak sudah bisa langsung menemukan pasar lewat perusahaan tersebut, sehingga rantai distribusi yang panjang dapat dipangkas.
Tak bisa bersaing
Ali Rahman, Direktur Pembibitan dan Produksi Ternak Kementerian Pertanian (Kemtan) menyambut baik rekomendasi dari KPPU tersebut. "Bila UU sudah tidak dapat memberikan manfaat dan tidak dapat melindungi kepentingan bangsa berpeluang direvisi sepanjang disetujui DPR," katanya.
Firman Soebagyo, Anggota Komisi IV DPR mengatakan DPR tidak keberatan untuk menindaklanjuti rekomendasi wasit persaingan usaha tersebut. Menurutnya, bila nantinya rekomendasi ini lebih menguntungkan masyarakat, maka DPR akan mengambil inisiatif untuk merevisi.
Hanya saja, Eko Sandjojo, Direktur Utama PT Sierad Produce Tbk menolak mentah-mentah usulan KPPU yang ingin membatasi perusahaan peternakan besar hanya boleh menjual ayam ke pasar ekspor dan tidak boleh menjual ke pasar tradisional. "Indonesia adalah produsen ayam termahal di dunia. Sebab, bahan bakunya mahal dan masih impor," ujar Eko. Dia menyatakan, daging ayam Indonesia tidak mungkin bisa bersaing di pasar ekspor.
Saat ini ekspor daging ayam masih minim. Kalaupun ada hanya ke Jepang dengan jenis daging ayam olahan tertentu. Meski begitu, Eko setuju usulan kemitraan antara perusahaan peternakan dengan peternak rakyat karena menguntungkan kedua pihak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News