Reporter: Dani Prasetya | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Lima perusahaan kakao dalam negeri yang sempat menghentikan usahanya akibat pengenaan pajak pertambahan nilai pada produk primer akhirnya beroperasi kembali.
"Masih ada tiga perusahaan yang masih belum beroperasi. Kebanyakan soal keuangan," ungkap Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Benny Wachyudi, Rabu (12/10).
Lima perusahaan yang beroperasi kembali yaitu PT Effem Indonesia (Makassar) berkapasitas 17.000 ton per tahun, PT Jaya Makmur Hasta (Tangerang) 15.000 ton per tahun, PT Unicom Kakao Makmur Sulawesi (Makassar) 10.000 ton per tahun, PT Davomas Abadi (Tangerang) 140.000 ton per tahun, dan PT Maju Bersama Cocoa Industries (Makassar) 20.000 ton per tahun.
Keterpurukan industri pengolahan kakao di Indonesia bermula dari penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) pada produk primer. Hal itu berkaitan dengan diberlakukannya Undang-undang No18 tahun 2000 tentang PPN atas Komoditi Primer.
Pengenaan PPN sebesar 10% itu mengakibatkan beralihnya biji kakao dari yang sebelumnya diolah di dalam negeri menjadi ekspor biji kakao. Akibatnya, industri pengolahan kakao tidak memperoleh bahan baku yang cukup dan beberapa perusahaan mengalami penghentian operasi.
Lantaran hal itu, jelas Benny, pemerintah mencabut kebijakan itu melalui Peraturan Pemerintah (PP) No7 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah No12 tahun 2001 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN.
Namun, kebijakan itu ternyata belum bisa sepenuhnya menghidupkan industri yang terlanjur tidak beroperasi. Oleh karena itu, pemerintah lalu menerbitkan kebijakan pengenaan bea keluar biji kakao melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Bea Keluar Kakao. Kebijakan itu efektif berlaku sejak April 2010.
"Efeknya, banyak yang bangkit kembali. Bahkan, ada beberapa yang melakukan perluasan," ujarnya.
Hanya saja, peningkatan kapasitas itu belum dapat terealisasi secara signifikan pada 2011. Sebab, proses itu membutuhkan waktu untuk menjalankan kembali industri yang telah berhenti beberapa tahun. Sementara perusahaan yang mengagendakan ekspansi masih membutuhkan waktu untuk pemesanan mesin dan peralatan yang minimal membutuhkan waktu selama setahun.
Tiga perusahaan yang belum beroperasi meliputi PT Industri Kakao Utama (Kendari), PT Kopi Jaya Kakao (Makassar), dan PT Budidaya Kakao Lestasi (Surabaya). Kendala yang mereka hadapi adalah pasokan listrik dari PT PLN, perekrutan tenaga kerja, pembangunan kembali jaringan pemasaran, dan perbaikan mesin/peralatan.
"Hal ini wajar karena selama tiga tahun sudah tidak beroperasi. Ada juga yang masih terkendala internal perusahaan," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News