kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Makanan & Tembakau Bertahan Saat Krisis


Rabu, 21 Oktober 2009 / 08:30 WIB
Makanan & Tembakau Bertahan Saat Krisis


Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Industri makanan dan tembakau menjadi salah satu sektor usaha yang tak terlalu terkena dampak krisis ekonomi global tahun ini. Produksi maupun penjualan untuk dua sektor tersebut di pasar dalam negeri masih baik, walaupun ekspornya tidak begitu baik. Karena itu, Departemen Perindustrian (Depperin) memperkirakan, tahun ini, industri makanan dan tembakau tetap tumbuh hingga 15% dari tahun lalu.

Bahkan, pemerintah yakin, kondisi seperti ini masih akan berlangsung hingga tahun depan. Karena itu, nilai tambah industri makanan dan tembakau yang menurut perkiraan Depperin akan mencapai Rp 161,23 triliun tahun ini bisa tumbuh sekitar 8,66% atau Rp 13,966 triliun jadi Rp 175,20 triliun pada tahun depan.

Jika angka itu tercapai, kontribusi nilai tambah makanan dan tembakau terhadap total nilai tambah industri nasional tahun depan akan mencapai 32,25%. Total nilai tambah industri nasional sendiri, menurut perkiraan Depperin, akan mencapai Rp 543,296 triliun di 2010.

“Bila kita dapat mempertahankan pertumbuhan industri sekitar minimal 15% tahun depan, nilai tambah itu akan tercapai,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Depperin, Dedi Mulyadi, kemarin.

Dedi menambahkan, untuk mencapai nilai tambah tersebut, pola usaha harus terus berubah, yaitu dari sekadar menjual komoditas mentah ke pengolahan terlebih dulu. Contohnya untuk komoditas kelapa sawit mentah alias crude palm oil (CPO) maupun cokelat. Ia meminta agar pengusaha tidak lagi mengekspor CPO dan cokelat dalam bentuk mentah, tetapi mengolahnya menjadi minyak goreng, bubuk cokelat, maupun produk turunan lain. Selain nilai tambah, kata Dedi, proses itu juga akan mampu menyerap tenaga kerja.

Selama lima tahun ini, menurut Deddy, proses penciptaan nilai tambah ini sudah terjadi. Salah satu buktinya, ada perkembangan pesat di sektor industri hilir makanan dan tembakau yang semakin tersebar ke daerah.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Thomas Darmawan sepakat soal nilai tambah sektor makanan yang terus tumbuh. Ini terlihat misalnya dalam omzet makanan yang tahun ini ia perkirakan mencapai Rp 400 triliun. "Kita perkirakan 50% adalah komoditas mentah dan sisanya merupakan nilai tambahnya,” jelas Thomas.

Nilai tambah industri makanan di 2010 juga akan lebih besar lagi karena omzet makanan tahun depan akan mencapai Rp 420 triliun. "Syaratnya pemerintah memberi kemudahan. Misalnya soal standar produk olahan," lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×