Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan-perusahaan rokok kecil dalam naungan Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) mendesak pemerintah agar tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau di segmen sigaret kretek tangan (SKT).
Hal ini terkait dengan nasib para pekerja alias buruh yang menggantungkan hidup dari pertanian tembakau maupun buruh linting di sektor SKT.
“Untuk SKT golongan 3, 2, dan 1 saya harap jangan dinaikkan karena di situ banyak tenaga kerja alias padat karya,” ujar Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (Formasi) Heri Susanto dalam keterangannya, Senin (3/11).
Baca Juga: CHT bakal naik, DPR: Perlu dialog komprehensif untuk capai solusi terbaik
Seperti diketahui SKT merupakan sektor padat karya yang menyerap banyak sekali tenaga kerja. Belakangan, industri ini terus tertekan akibat kenaikan cukai tembakau pada 2020 dan krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Apabila cukai SKT dinaikkan, risiko gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat terjadi. Nasib buruh SKT yang sebagian besar adalah perempuan sebagai tulang punggung keluarga menjadi terancam.
Heri juga berharap kenaikan cukai segmen rokok mesin juga tidak terlalu tinggi agar tidak membebani pelaku usaha IHT. Formasi berharap kenaikan cukai tembakau tidak mencapai dua digit. “Sebaiknya tarif cukai tembakau di angka 7-10%,” katanya.
Dia berharap pemerintah dapat mendengarkan suara pengusaha sebagai bagian dari suara rakyat. Dengan demikian pengusaha, karyawan, petani, masyarakat dapat terakomodasi kebutuhannya. “Kalau pemerintah saja yang happy tapi pekerjanya tidak enak kan tidak baik,”katanya.
Senada, Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji menyatakan pihaknya menolak kenaikan cukai tembakau yang terlalu tinggi pada 2021.
“Jika pemerintah menaikkan lagi cukai tembakau, itu penyiksaan terhadap rakyat khususnya petani tembakau," katanya.
Baca Juga: Cukai Rokok Tahun Depan Naik Lagi, Api Bisnis Emiten Rokok Kian Meredup
Keberatan ini didasarkan pada situasi petani yang dinilai APTI sangat sengsara akibat kenaikan cukai tahun ini, ditambah lagi diterpa pandemi COVID-19. Hal ini menyebabkan serapan dan penjualan hasil panen tembakau sangat lemah tahun ini.
Agus mengatakan kenaikan cukai rokok sebaiknya berada di angka wajar. “Ya kalau misal naik maksimal 5% mungkin itu angka wajar. Pemerintah masih untung, petani tidak bingung,” ungkapnya.
Tak melupakan rekan senasib yang bekerja di sektor SKT, Agus berharap pemerintah juga tidak mengabaikan perlindungan terhadap buruh rokok atau buruh linting.
“Teman-teman pelinting atau buruh SKT itu terdampak kenaikan cukai, padahal negara dibuatkan lapangan kerja oleh SKT. Jangan dilibas dengan kenaikan cukai,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News