Reporter: Sofyan Nur Hidayat, Andri Indradie | Editor: Imanuel Alexander
Potensi pasar otomotif di Indonesia menarik minat pemain asing masuk dengan menawarkan produk murah. Produsen dalam negeri masih harus berkejaran waktu antara menunggu aturan dan memenangi persaingan.
Ada yang menarik pada riset perusahaan grup investasi Credit Lyonnais Securities Asia (CLSA) tentang industri otomotif. Di dalam riset yang berjudul CLSA Asia-Pacific Markets yang keluar awal 2012 itu menyebutkan, pada tahun 2010, di Indonesia ini diantara 1.000 populasi cuma ada 32 mobil. Sementara di Thailand, dengan populasi yang sama, ada 123 mobil; dan di Malaysia ada 300 mobil.
Artinya, pasar industri otomotif di Indonesia memang berpotensi sangat besar. Ibarat kue, masih banyak ruang bagi pemain di bisnis otomotif mencicipi legitnya industri ini. Buktinya, perusahaan riset global asal Amerika Serikat, IHS Automotive, sudah memprediksi: pasar Indonesia bisa tumbuh di atas 50% dalam lima tahun ke depan. Pada 2016 nanti, penjualan mobil bisa melesat hingga angka 1,2 juta unit per tahun.
Tampaknya, prediksi itu bakal lebih cepat tercapai. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebut, total penjualan mobil dari Januari–Agustus 2012 mencapai 714.152 unit, hampir mendekati penjualan sepanjang tahun 2011 lalu 894.164 unit dan tahun 2010 sebesar 764.710. Secara akumulatif, dari tahun2000 hingga 2011, sudah terjual 5,49 juta unit kendaraan atau tumbuh 108,87%.
Peningkatan penjualan itu juga ikut mendongkrak harga jual mobil. Tiap tahun, kenaikan harga mobil baru (varian dan facelift) berkisar antara Rp 2 juta sampai Rp 10 juta. Lima tahun lalu, Daihatsu Xenia baru (standar) masih bisa didapat dengan harga Rp 98 juta. Tapi, kini, harga terendah Xenia Rp 130 juta. Seri menengah dan tinggi bisa naik lebih tinggi lantaran tambahan beberapa fi tur dan fasilitas.
Mobil murah ramah lingkungan Karena itu, impian orang untuk mendapatkan mobil murah selalu muncul. Sejak tiga tahun silam, pemerintah sering mendengungkan adanya program mobil murah yang diikuti oleh beberapa produsen, seperti Toyota, Daihatsu, dan Suzuki.
Tapi, hingga kini, kepastian program ini belum nyata. Padahal, beberapa produsen mengaku sudah menyiapkan diri untuk menelurkan mobil murah. Mereka sudah investasi untuk menambah pabrik dan produksi. Program ini juga berkejaran dengan gencarnya produsen mobil asing dari India dan China yang mulai masuk dengan menawarkan harga jual mobil yang miring meski diimpor langsung dan tidak mengikuti program mobil murah.
Lihat saja, ketika Tata Motor (India) berencana menjual mobil seharga Rp 50 juta dan Geely (China) bakal menjual mobil seharga Rp 98 juta, Toyota dan Daihatsu yang semula bersikap menunggu akhirnya ikut menunjukkan hasil produksi mobil murahnya, lewat di si kembar Ayla dan Agya yang kabarnya dijual di bawah Rp 90 juta. Agresivitas produsen ini tak lepas dari lambatnya regulasi soal mobil murah dan ramah lingkungan (LCGC).
Menteri Perindustrian M.S.Hidayat meyakinkan, aturan insentif untuk produksi mobil murah ramah lingkungan segera keluar. “Terutama mobil berteknologi low carbon emission. Ada empat teknologi, termasuk listrik. Semua akan dapat insentif,” ujarnya.
Pertanyaannya, kapan? Meski menjual dengan harga murah, industri otomotif tetap membutuhkan kepastian soal biaya yang harus dikeluarkan, termasuk pajak, agar tidak salah menghitung harga. Sebab, harga jual boleh murah, tapi bisnis tetap harus untung lantaran bisnis ini membutuhkan investasi tidak sedikit dan berlaku untuk jangka panjang.
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 51 XVI 2012 Laporan Utama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News