Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasca insiden kebakaran 4 tanki di Kilang Balongan, proses investigasi kini masih berlangsung.
Pertamina sudah memastikan, ada potensi kehilangan produksi sebesar 400.000 barel akibat tidak beroperasinya Kilang Balongan untuk beberapa waktu ke depan.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengatakan, dengan potensi kehilangan produksi sebesar itu, hitungan kerugian yang diderita Pertamina bisa mencapai US$ 8 juta.
"Dengan asumsi biaya produksi BBM 1 barel sekitar US$ 20 maka volume 400.000 barel itu kurang lebih US$ 8 juta atau sekitar Rp 115 miliar," kata dia Abra kepada Kontan.co.id, Selasa (30/3).
Abra menambahkan, potensi kerugian tersebut belum memperhitungkan potential loss dari produksi total Kilang Balongan.
Menurut dia, Pertamina telah memastikan akan menggantikan produksi yang hilang dari Kilang Balongan dengan mengoptimalkan produksi dari dua kilang lain yakni Kilang Cilacap dan Kilang TPPI.
Akan tetapi, belum dapat dipastikan apakah pengoptimalan produksi dari dua kilang tersebut dapat menutupi kehilangan produksi dari Kilang Balongan. "Belum juga kalkulasi terkait kerusakan aset kilang yang terbakar," lanjut Abra.
Baca Juga: Insiden kebakaran Kilang Balongan turut berdampak ke suplai hulu migas
Meski begitu, dia menilai kerugian dari aset yang terbakar mungkin tertutupi dari asuransi. Di sisi lain, Pertamina juga berpotensi menanggung ganti rugi kepada masyarakat atas kerusakan pemukiman akibat insiden yang terjadi pada Senin (29/3) dini hari tersebut.
Abra menilai, dampak lebih lanjut dari insiden kebakaran di Kilang Balongan yakni reputasi Pertamina dalam industri migas. Terlebih Pertamina tercatat tengah menggarap sejumlah proyek infrastruktur migas khususnya kilang minyak.
Insiden ini sejatinya dapat menjadi momentum bagi Pertamina untuk tetap menarik investor. Langkah pertama yang dapat dilakukan yakni dengan melakukan investigasi dan menyampaikan secara transparan mengenai kondisi yang ada.
"Dengan mitigasi resiko yang sudah berjalan maka dapat menjadi resiko yang terukur. Selain itu, menunjukkan Pertamina berdaya tahan terhadap insiden," jelas Abra.
Menurutnya, hal ini sudah terlihat dari konfirmasi Pertamina soal pasokan BBM yang terjaga. Selain itu, dari kejadian ini juga terlihat bahwa masih ada kebutuhan pembangunan kilang dalam negeri. Apalagi, selama ini sekitar 60% kebutuhan BBM dalam negeri masih bersumber dari impor.
"Artinya investor juga lihat urgensi pengembangan dan pembangunan kilang masih tinggi sehingga prospek masih menjanjikan ke depan," sambung Abra.
Rentetan kebakaran di Kilang dan catatan untuk Pertamina
Sekedar informasi, insiden kebakaran pada fasilitas kilang Pertamina bukan pertama kalinya terjadi. Sebelum kejadian di Kilang Balongan, tercatat sudah ada beberapa kilang milik Pertamina yang terbakar.
Pertama, pada 16 Februari 2014, peralatan penunjang kilang Refinery Unit (RU) II alias Kilang Dumai, Riau sempat terbakar.
Kedua, pada 5 Oktober 2016 kebakaran melanda sebuah tanki di RU IV Kilang Cilacap. Ketiga, pada Agustus 2019 RU V alias Kilang Balikpapan juga mengalami kebakaran pada salah satu pipa di area kilang.
Dengan rentetan kejadian tersebut, Abra mengungkapkan hal ini menjadi pelajaran serius bagi Pertamina terutama dalam memastikan pelaksanaan Health, Safety, Security & Environmental (HSSE).
"Infrastruktur migas Pertamina termasuk objek vital nasional sehingga mestinya setiap objek khususnya yang beresiko tinggi harus ada batasan minimum dari aktivitas eksternal," tegas Abra.
Baca Juga: Kebakaran Kilang Balongan dianggap berpeluang ganggu investasi kilang nasional
Dia berharap Pemerintah dan Pertamina mengkaji kembali infrastruktur migas lainnya.
Abra pun menekankan berbagai insiden yang terjadi harus menjadi momentum perbaikan standar operasi. Proses investigasi yang tengah dilakukan juga dinilai perlu menimbang semua aspek kemungkinan termasuk potensi sabotase.
Mengenai kemungkinan pemberian sanksi, hal itu lebih baik menanti proses investigasi yang berlangsung. "Dari hasil investigasi nanti akan terungkap pihak mana saja yang seharusnya bertanggung jawab agar hal ini tidak terulang," pungkas Abra.
Selanjutnya: Kinerja industri petrokimia terus tumbuh di pandemi Covid-19
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News