Reporter: Amalia Fitri | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten rumah sakit, PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA) akan mengembalikan atau meretur produk obat yang terindikasi mengandung zat aktif ranitidin di rumahsakitnya.
Penarikan produk obat yang mengandung zat ranitidin, sudah digencarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sejak Jumat (4/10) lalu.
Langkah tersebut, menyusul seruan US Food and Drug Administration (US FDA) dan European Medicine Agency (EMA), yang menemukan cemaran N-Nitrosodimethylamine (NDMA) dalam jumlah relatif kecil pada sampel produk obat yang mengandung bahan aktif ranitidin.
Baca Juga: Produk Ranitidin ditarik BPOM, Kalbe Farma evaluasi produk obatnya
NDMA merupakan turunan zat Nitrosamin yang dapat terbentuk secara alami. Sedangkan menurut hasil studi global, nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan hanyalah 96 nanogram per hari.
Jika dikonsumsi melampaui ambang batas tersebut dalam waktu yang lama, NDMA akan bersifat karsinogenik atau memicu kanker.
Aditya Widjaja, Investor Relation PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk mengatakan pihaknya sebagai penyedia jasa kesehatan patuh pada aturan dan regulasi obat yang berlaku.
"Jika obat yang mengandung zat ranitidin ditarik oleh BPOM, saya pastikan obat tersebut tidak lagi ada di rumahsakit kami. Selama tidak ada izin dari BPOM, maka kami juga tidak sediakan," lanjut Aditya kepada Kontan.co.id, Jumat (11/10).
Namun, Aditya belum bisa menjabarkan jumlah obat maupun penggunaan obat yang terindikasi ranitidin sebab MIKA hanya berperan sebagai distributor.
Baca Juga: Uji ulang kandungan ranitidin setelah 30 tahun beredar, ini alasan BPOM
"Saya kurang tahu secara detail. Saya belum tahu untuk berapa banyak penggunaan obat tersebut, atau apakah kami menggunakan obat tersebut. Namun, kami sebagai penyedia jasa patuh pada aturan dan regulasi yang berlaku," imbuh Aditya.
Alhasil, MIKA juga belum bisa melihat bagaimana dampak lanjutan dari penarikan obat yang sebelumnya lazim digunakan sebagai pereda asam lambung tersebut, terhadap industri pelayanan kesehatan.
"Untuk detail seperti itu, kami belum menganalisa lagi," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News