Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga pangan terutama komoditas sayur-sayuran di Jakarta turun. Musim hujan yang mengiringi musim panen menyebabkan stok hortikultura berlebih dan menurunkan harganya di pasar.
Gino, seorang pedagang di Pasar Palmerah menyampaikan rata-rata harga semua barang di pasar sedang turun. Misalnya, bawang merah seharga Rp 26.000 per kilogram dan bawang putih di Rp 24.000 per kilogram. Masing-masing turun sekitar Rp 4.000 per kg dari pekan lalu.
Harga cabai merah besar stabil di kisaran Rp 30.000 per kilogram, sementara cabai merah kecil stabil di Rp 25.000 per kg. Di sisi lain harga cabai hijau ukuran kecil dan besar turun sekitar Rp 5.000 per kilogram menjadi Rp 20.000 per kilogram.
Sementara itu harga kol dan timun mencapai di Rp 8.000 per kilogram. Namun harga tomat justru melambung jadi Rp 15.000 per kilogram dari biasanya Rp 8.000 untuk tiap kilogramnya.
Penurunan harga juga terlihat di pasar Slipi. Bawang putih dan bawang merah turun Rp 2.000 per kilogram menjadi masing-masing Rp 28.000 per kiogram dan Rp 30.000 per kilogram. Sedangkan harga kentang dieng turun Rp 1.000 menjadi Rp 15.000 untuk tiap kilogramnya.
Menurut Gino, harga sayur-mayur sedang turun karena musim hujan berarti musim panen. Penurunan juga termasuk cabai dan bawang yang biasanya justru naik saat musim hujan.
"Harga turun bisa jadi karena musim hujan jadi pada lepas barang dengan segera," katanya kepada Kontan.co.id, Selasa (22/1). Ia mendapatkan sayur dagangnya dari pasar induk Cibitung, Bekasi.
Sementara untuk harga daging ayam dengan berat di pasar Palmerah berada di kisaran Rp 28.000 hingga Rp 30.000 untuk tiap kilogramnya.
Dewi, pedagang di pasar Palmerah mengatakan harga tersebut sudah stabil sejak beberapa pekan lalu. Sedangkan harga telur berada di kisaran Rp 26.000 per kilogram.
Anton Muslim, Ketua Asosiasi Hortikultura Nasional (AHN) menyampaikan harga sayur mayur memang sedang relatif turun karena panen tersebut. Tapi sayangnya fluktuasi harga ini relatif tidak bisa ditebak karena dalam keadaan tertentu harga bisa melambung tinggi lagi bila curah hujan terlalu tinggi.
Apalagi minimnya data yang terarah dari Kementerian Pertanian (Kemtan) membuat pihaknya tidak bisa melakukan proyeksi atau pantauan stok dan harga ke depan.
"Sebaiknya pihak Kemtan juga memonitor terutama dari sisi produksinya. Kadang kita juga tidak tahu kenapa harga naik sekali atau mendadak down sekali," kata Anton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News