Reporter: Filemon Agung | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ombudsman Republik Indonesia menilai penetapan harga jual maksimal nikel ore sebesar US$ 30 per metrik ton dan batas minimum US$ 27 per metrik ton menguntungkan sejumlah pihak.
Anggota Ombudsman Laode Ida mengatakan ada selisih yang besar ketika nikel diserap domestik. Ia mencontohkan, nikel dengan kadar 1,65% per hari ini berdasarkan London Metal Exchange dipatok seharga US$ 70 per metrik ton. Sementara nikel dengan kadar di bawah 1,8% tidak diatur dalam pasar domestik. Adapun kadar 1,8% hanya diserap maksimum US$ 30 per metrik ton.
Baca Juga: Soroti ketidakpastian regulasi larangan ekspor nikel, Ombudsman: Kami akan investigas
"Ke mana larinya selisih harga yang tinggi seperti itu? Itu larinya adalah pada keuntungan sekelompok orang, para pengusaha dalam negeri yang di mana mereka adalah penanaman modal asing," ungkap Laode di Kantor Ombudsman, Jumat (15/11).
Lebih jauh Laode beranggapan, kehadiran percepatan larangan ekspor bukan tidak mungkin berdampak lebih jauh pada lingkungan. Margin keuntungan yang rendah membuat pengusaha nikel dan penambang nikel tidak dapat melakukan proses rehabilitasi lingkungan.
Selain itu, Ombudsman mempertanyakan tupoksi Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang turut terlibat dalam mengeluarkan kebijakan percepatan larangan ekspor bijih nikel.
"Kepala BKPM tidak punya kewenangan untuk melakukan pelarangan ekspor itu harus diajarkan yang bersangkutan ini. Harus diajarkan, jangan asal melangkah dan bicara," tegas Laode.
Baca Juga: Soal harga patokan domestik nikel, pengusaha: Yang penting implementasinya
Ombudsman berencana melakukan investigasi menyeluruh terhitung sejak pekan depan. Jika berjalan sesuai rencana, rekomendasi hasil investigasi diharapkan rampung pada pertengahan Desember mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News