Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Markus Sumartomjon
JAKARTA. Mulai membaiknya permintaan furnitur di pasar ekspor tradisional yang ada di Eropa dan Amerika membuat pebisnis mebel dan furnitur domestik yakin ekspor furnitur di kuartal satu tahun ini bisa tumbuh positif.
Abdul Sobur, Sekretaris Jenderal Asosiasi Mebel Kayu dan Rotan Indonesia (AMKRI) memprediksi pertumbuhan ekspor furnitur di kuartal satu 2013 bisa naik 13% menjadi US$ 400 juta dari periode yang sama tahun lalu. "Permintaan di pasar ekspor tradisional memang terus membaik," katanya kemarin.
Selain dari pasar ekspor lawas, peningkatan ekspor juga datang dari pasar ekspor baru yang sudah dijajaki sejak tahun lalu. Di antaranya adalah Amerika Latin, India, Afrika, dan China.
Beberapa pameran yang digelar selama kuartal pertama tahun ini juga bisa memberi dampak positif terhadap permintaan mebel di pasar ekspor. Beberapa pameran internasional skala besar yang masuk agenda pebisnis mebel adalah Internationale Möbelmesse di Cologne, Jerman Januari lalu dan China International Furniture Fair pada Maret mendatang.
Dari prediksi total ekspor mebel di triwulan pertama tahun ini, menurut Sobur, produk mebel kayu masih menjadi kontributor terbesar. Mebel ini diprediksi memberi kontribusi sekitar 50% - 55%. "Itu baik dari panel maupun solid wood," ujarnya.
Sedangkan hingga tutup tahun ini, ia memprediksi ekspor produk mebel dari Indonesia bisa mencapai US$ 1,7 miliar. Nilai ini naik 15% dariekspor mebel di 2012 yang mencapai US$ 14,8 miliar.
Meski optimistis, namun masih ada pekerjaan rumah yang harus dibereskan industri mebel nasional. Di antaranya adalah belum berkembangnya industri mesin atau peralatan industri mebel khususnya untuk wood working dan metal working.
Ini membuat industri mebel khususnya yang berbahan kayu dan logam mengalami ketergantungan terhadap mesin dan peralatan impor. Selain itu, pertumbuhan ekspor mebel jenis ini kurang maksimal cuma 6% - 7% per tahun.
Apalagi daya saing dari sisi desain masih kalah dari negara lain. Khususnya untuk mebel rotan.
Untuk itulah , pemerintah lewat Pusat Inovasi Rotan Nasional (PIRNas) menggandeng Innovationszentrum Lichtenfels, lembaga pengembangan industri mebel rotan khususnya desain asal Jerman. "Langkah ini untuk memperbaiki daya saing akibat lemahnya penguasaan desain, teknologi produksi, hingga pengelolaan merek produk," kata Dedi Mulyadi, Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News