kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pandemi bikin bisnis lemah, Garuda Indonesia berencana bangun bisnis baru


Jumat, 20 Agustus 2021 / 11:00 WIB
Pandemi bikin bisnis lemah, Garuda Indonesia berencana bangun bisnis baru
ILUSTRASI. Pekerja kargo membawa vaksin COVID-19 jenis Sinophram setibanya dari China di Terminal Cargo Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (30/4/2021).


Reporter: Venny Suryanto | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) masih dalam tahap finalisasi mengenai rencana bisnis baru maskapai milik Badan Usaha Milik Negara itu bersama dengan konsultan yang telah di pilih. Hal itu nantinya akan disampaikan kepada pemerintah dan juga para lessor.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, Garuda telah memiliki rencana bisnis model baru untuk tahun 2022-2026 sebagai langkah menjembatani kondisi saat ini menjadi New GA. 

“Saat ini business plan masih dalam tahap finalisasi untuk didiskusikan dengan para stakeholders dalam hal ini pemerintah dan insyaallah minggu depan sudah siap disampaikan atau dipresentasikan,” ujar Irfan dalam paparan Public Expose secara virtual, Kamis (19/8). 

Ia mengatakan, nantinya filosofi kehadiran New GA ini akan lebih simple, lebih profitable dan eficient. Adapun nantinya jumlah Aircraft atau pesawat akan berkurang namun belum dapat disampaikan berapa jumlahnya. 

Selain itu jumlah rute yang akan dilayani juga akan berkurang serta pengurangan jumlah tipe pesawat. “Hal ini sebagai konsekuensi logis sehingga jumlah rute turut akan berkurang. Sehingga mandatnya kami akan fokus di domestik dan bisnis kargo,” ujar Irfan. 

Tercatat, sampai dengan tahun 2020, Garuda Indonesia memiliki total armada sekitar 142 unit pesawat yang beragam tipe. Sementara Citilink sendiri memiliki sebanyak 68 unit pesawat, sehingga secara keseluruhan, perseroan memiliki total sebanyak 210 unit pesawat.

Lebih lanjut, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia, Prasetio menjelaskan selama proses restrukturisasi terhadap lessor di mana renegosiasi berlangsung di tahun 2020. Dari renegosiasi itu, Garuda Indonesia berhasil menurunkan beban biaya sewa pesawat menurun 8,6% dibandingkan tahun 2019. 

Adapun tercatat beban sewa di tahun 2019 sebeaar US$ 1,152 juta, sementara di tahun 2020 beban sewa pesawat sebesar US$ 1,053 juta. 

“Hal ini disebabkan karena di tahun 2019 ekspetasi lessor adalah menunggu adanya dukungan dari pemerintah sehingga restrukturisasi baru bisa dilaksanakan pada akhir tahun 2020,” ungkapnya. 

Sehingga rata-rata hasil dari restrukturisasi tersebut dapat menekan biaya sewa sekitar US$ 11 juta sampai dengan US$ 13 juta per bulannya. 

“Penurunan setelah restrukturisasi di tahun 2020 telah menekan biaya sewa sekitar US$ 11 juta sampai US$ 13 juta per bulan setelah restrukturisasi lessor dengan memperpanjang jangka waktu sewa pesawat dalam 4 tahun sampai dengan 6 tahun," tambahnya. 

Adapun terkait negosiasi antara GIAA dengan para lessor juga masih terus berlangsung. Dia mengatakan setiap negosiasi belum tentu berakhir dengan pengembalian pesawat. Hal itu lantaran setiap lessor tentunya mempunyai cara, kepentingan, dan harapan yang berbeda, sehingga tidak ada persamaan satu lessor dengan lainnya yang membuat negosiasi bersifat unik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×