Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Melorotnya produksi cengkeh tahun ini membuat keran impor cengkeh bakal kembali dibuka. Mulai Juni ini, Indonesia berencana mengimpor cengkeh sebanyak 54.000 ton yang sebagian besar dari Madagaskar.
Soetardjo, Ketua Umum Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), mengklaim rencana impor ini sudah mendapat persetujuan dari industri rokok dan pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan kementerian perdagangan (Kemendag). Kuota impor masing-masing perusahaan rokok bakal diputuskan Kemenperin berdasarkan kapasitas produksinya.
Pada tahun 2010 misalnya, Indonesia praktis tidak mengimpor cengkeh sama sekali, karena produksi lokal masih bisa memenuhi kebutuhan nasional. Namun pada tahun ini, situasi di seluruh lumbung cengkeh seperti Sulawesi, Jawa Timur dan Maluku sungguh memprihatinkan. Cuaca buruk yang masih melanda tiga daerah itu membuat populasi bunga cengkeh hingga awal Mei lalu sangat minim.
Akibat dari kondisi ini, produksi cengkeh nasional tahun ini hanya sekitar 10.000-15.000 ton. Produksi ini jauh dari produksi normal Indonesia yang biasanya mencapai 100.000 ton per tahun.
Impor juga harus dilakukan untuk mengerem pergerakan harga cengkeh yang terus meroket dalam beberapa waktu terakhir. Berdasarkan pantauan APCI, harga cengkeh di beberapa daerah sudah menembus Rp 130.000-Rp 135.000 per kilogram (kg). Level harga ini jauh melebihi harga pada kondisi normal yang biasanya berkisar Rp 50.000-Rp 60.000 per kg saja. Dengan dibukanya keran impor, harga cengkeh diprediksi dapat turun setidaknya ke level Rp 90.000-Rp 100.000 per kg.
Dari sisi harga, Soetardjo mengaku belum tahu persis level harga cengkeh impor. Namun, ia menduga harga cengkeh impor kemungkinan lebih rendah ketimbang cengkeh lokal. Ini didasarkan pada kualitasnya yang memang lebih rendah ketimbang cengkeh Indonesia.
Deddy Saleh, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan mengatakan, saat ini pihaknya masih akan membicarakan perihal pembukaan impor cengkeh dengan industri terkait. "Ini masih dalam proses perumusan," kata Deddy, di Jakarta, Senin (6/6).
Produksi cengkeh nasional memang sedang minim. Selain itu, kualitas cengkeh impor juga tidak berbeda jauh dari cengkeh lokal, sehingga tidak akan berdampak buruk pada industri terkait. "Tapi kalau kondisinya seperti ini, meski harganya tinggi mau tidak mau harus impor," tandas Deddy.
Hasan Aony Aziz, Kepala Hubungan Masyarakat Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) mengatakan, pasokan cengkeh pada tahun ini sebenarnya tidak terlalu banyak terganggu karena sudah ada manajemen persediaan sejak tahun-tahun sebelumnya.
Meski begitu, impor ini diperlukan guna mengamankan pasokan bahan baku cengkeh di waktu-waktu selanjutnya. Industri rokok jelas tidak mau keberlangsungan produksinya terhambat akibat produksi cengkeh nasional terhambat seperti yang terjadi sekarang.
Sekedar informasi, industri rokok nasional rata-rata membutuhkan pasokan cengkeh sebanyak 80.000-100.000 ton per tahun. Pasokan itu digunakan sebagai campuran pemberi rasa baik pada rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) maupun Sigaret Kretek Mesin (SKM).
Pada SKT, komposisi campuran cengkeh yang dibutuhkan sekitar 20%-35% dari keseluruhan bahan baku. Sementara SKM, hanya membutuhkan campuran cengkeh sebanyak 10%-15%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News