kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.866.000   -20.000   -1,06%
  • USD/IDR 16.549   -6,00   -0,04%
  • IDX 7.059   79,06   1,13%
  • KOMPAS100 1.024   12,18   1,20%
  • LQ45 798   11,34   1,44%
  • ISSI 222   1,58   0,72%
  • IDX30 416   6,84   1,67%
  • IDXHIDIV20 491   8,63   1,79%
  • IDX80 115   1,37   1,20%
  • IDXV30 117   0,85   0,73%
  • IDXQ30 136   2,16   1,62%

Pasar terbuka lebar, namun ekspor talas masih cilik


Selasa, 08 November 2011 / 09:30 WIB
Pasar terbuka lebar, namun ekspor talas masih cilik
ILUSTRASI. Film Bad Boy for LIfe


Reporter: Bernadette Christina Munthe | Editor: Test Test

TANGERANG. Para produsen dan eksportir sayuran dari Indonesia sudah saatnya melirik bisnis ekspor keladi atau talas satoimo beku ke Jepang. Soalnya, selain produksi yang tak terlalu rumit dan bisa ditanam di berbagai ketinggian, potensi pasar yang bisa diisi masih cukup besar.

Data Konsorsium Keladi mencatat rata-rata kebutuhan konsumsi Jepang mencapai 360.000 ton per tahun. Dari jumlah tersebut sekitar 50% dipenuhi oleh China yang memiliki sekitar 85.000 ha areal pertanaman.

Produktivitas satoimo di Indonesia sendiri cukup tinggi, mencapai 20 ton per hektare (ha) hingga 25 ton per ha. Sayangnya, menurut Direktur Utama CV Agro Lawu International, Andi Christianto, saat ini luas lahan pertanian satoimo di Indonesia baru mencapai 50 ha. Adapun tingkat produktivitas tanaman keladi nasional mencapai 1.000 ton per ha atau setara dengan 40 kontainer per tahun.

"Kami kesulitan meningkatkan produksi karena kesulitan pendanaan. Perbankan sulit memberikan kredit dengan alasan kehati-hatian. Padahal kalau produksi ada, mengekspor 15-20 kontainer artinya pasti ada yang menyerap," kata Andi ketika ditemui di kantornya di kawasan Serpong, Tangerang, Senin (7/11).

Pasar talas yang merekah ini pun ditandai oleh sulitnya perusahaan pengolahan talas di luar negeri memperoleh bahan baku asal Indonesia. Hal ini, menurut Andi, dikarenakan petani sulit mendapatkan bibit talas.Padahal, untuk satu musim tanam selama lima bulan, petani membutuhkan 20.000 bibit-25.000 bibit per ha.

Bibit tersebut kemudian akan menghasilkan 20 ton talas per ha yang dapat menghasilkan penjualan Rp 70 juta per ha. Dengan perkiraan biaya produksi Rp 40 juta per ha, maka petani bisa menikmati untung Rp 30 juta per ha. Saat ini talas satoimo di tingkat petani sekitar Rp 3.000-Rp 4.000 per kg.

Sementara keladi satoimo beku dihargai Rp 15.000 per kg (cost and freight). Harga keladi beku bisa lebih mahal lantaran untuk menghasilkan 1 kg talas beku, membutuhkan 2 kg talas segar.

Yoyok, Kepala Kebun Cibatok yang mengembangkan produksi satoimo mengatakan saat ini kendala mengembangkan produksi keladi adalah karena para petani cenderung ingin instan. "Keladi ini paling baik kalau ditanam secara organik, tetapi petani
kita maunya instan. Pakai bahan kimia karena kalau kimia kelihatannya produksi lebih cepat tetapi secara kualitas lebih baik yang organik," kata Yoyok.

Selain itu Yoyok mengakui komoditas talas memang masih kurang populer di kalangan petani sehingga umumnya mereka hanya menanam talas sebagai komoditas sampingan. Tetapi ke depan, ia berharap produksi talas bisa meningkat dan seluruh pihak terkait seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan Ketahanan Pangan dan lembaga pendidikan bisa bekerja sama mengembangkan komoditas ini.

Sebab, selain memiliki potensi bisnis di pasar lokal maupun ekspor, talas juga memiliki kandungan gizi yang baik seperti kolagen nabati. Tahun 2012 nanti, Andi memperkirakan luas lahan talas satoimo bisa menyentuh 100 ha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Thrive

[X]
×