Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT PLN (Persero) mengajukan permintaan dukungan pendanaan berbunga rendah kepada pemerintah dan DPR RI untuk mempercepat pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menegaskan bahwa proyek panas bumi memerlukan investasi awal (capex) yang sangat besar dan dikeluarkan sepenuhnya di awal pengembangan, jauh sebelum listrik dihasilkan.
Baca Juga: PLN Gelar Promo Lagi, Diskon 50% untuk Tambah Daya Listrik, Berlaku Sampai Kapan?
"Untuk panas bumi, khususnya biaya capex investasinya semuanya di depan. Karena itu, kami memerlukan fasilitas pendanaan dengan bunga yang rendah. Ini bukan hanya untuk PLN, tetapi juga untuk mitra-mitra kami," ujar Darmawan dalam rapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (14/5).
Darmawan juga mendorong agar wilayah pengembangan panas bumi masuk ke dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), guna mempermudah perizinan dan membuka akses pembiayaan yang lebih kompetitif.
Sebagai bagian dari komitmen transisi energi, PLN tengah menyusun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 yang menekankan pengembangan energi baru terbarukan (EBT), khususnya di daerah terpencil.
Baca Juga: Butuh Investasi Besar, Bos PLN Ungkap Biaya Pembangunan PLTP Capai Rp 44,69 Triliun
"Harapan kami, tersedianya energi listrik yang bersih dan andal akan menciptakan titik-titik pertumbuhan ekonomi baru, membuka lapangan kerja, serta menurunkan emisi gas rumah kaca," imbuhnya.
Indonesia saat ini memiliki potensi panas bumi terbesar kedua di dunia setelah AS, yakni 23,6 GW. Namun, kapasitas terpasangnya baru sekitar 2,3 GW.
Darmawan juga membandingkan pembangkit berbasis gas dan panas bumi. Investasi untuk pembangkit gas hanya sekitar US$500 juta per GW, tetapi biaya operasionalnya tinggi karena tergantung pada pembelian bahan bakar.
Baca Juga: Penjualan EV Makin Ngebut, Ini Strategi PLN Bangun Ekosistem Kendaraan Listrik
Sementara itu, pembangunan PLTP membutuhkan investasi yang jauh lebih besar, sekitar US$2,7 miliar per GW.
Namun, biaya operasionalnya rendah karena tidak ada pengeluaran untuk pembelian bahan bakar.
Selanjutnya: KFC (FAST) Bakal Terbitkan 533 Juta Saham Baru Lewat Private Placement
Menarik Dibaca: Resep Banana Cheese Bread Simpel Tanpa Mixer, Manisnya Pas dan Empuk Banget
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News