kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pelaku IHT Minta Penegakan Hukum PP 109/2012 Diperkuat, Bukan Direvisi


Jumat, 12 Agustus 2022 / 11:03 WIB
Pelaku IHT Minta Penegakan Hukum PP 109/2012 Diperkuat, Bukan Direvisi
ILUSTRASI. Rokok.


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) kembali mendorong dilakukannya Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.

Kemenko PMK mengklaim revisi PP itu sejalan dengan Perpres Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 yang menargetkan turunnya perokok usia 10-18 tahun dari 9,1% menjadi 8,7% di tahun 2024.

Pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) menolak rencana revisi tersebut lantaran PP 109/2012 dinilai masih relevan untuk diterapkan pada saat ini.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah perokok anak di Indonesia terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Prevalensi perokok anak telah mengalami penurunan dari 9,1% di tahun 2018 menjadi 3,81% di tahun 2020, tahun 2021 bahkan turun lagi menjadi 3,69%.

Di sisi lain, pemerintah dianggap belum mengoptimalkan penegakan hukum yang berlaku dalam aturan tersebut.

Baca Juga: Serikat Pekerja Rokok Minta Jokowi Hentikan Rencana Revisi PP 109/2012

"Kami melihat bahwa PP 109/2012 masih sangat relevan untuk mengendalikan rokok, karena di situ sudah ada pengaturan-peraturan larangan penjualan. Kemudian, terkait pembatasan iklan, kemasannya juga sudah ada peringatan bahaya kesehatan," kata Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi dalam keterangannya, Jumat (12/8).

Menurut Benny, daripada direvisi, perintah sebaiknya lebih gencar dalam melakukan sosialisasi PP 109/2012 kepada para penjual rokok. Ia menilai persoalan yang ada saat ini adalah aturan yang ada itu tidak diterapkan dengan benar. Banyak yang tidak tahu bahwa penjualan rokok itu diatur dan penegakan hukumnya bagi pelanggar juga belum ada.

Ia menambahkan, pemerintah lebih baik mencontoh pihaknya yang gencar melakukan edukasi terhadap para penjual agar bisa menurunkan angka perokok anak di bawah umur.  

"Kami justru lakukan sosialisasi kampanye bahwa rokok bukan produk untuk anak. Sementara pemerintah tidak melakukan itu. Kadang penjual tidak paham terkait larangan dari pemerintah karena memang tidak tahunya dan tidak tersosialisasi," ujarnya.

Benny menyebut revisi tidak bisa dilakukan secara terburu-buru, karena harus dilakukan kajian bersama antara Kemenko PMK dan Kemenko Perekonomian.

Sementara itu, Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian Atong Soekirman menilai PP 109/2012 juga masih sangat relevan untuk digunakan saat ini. Hanya saja menurutnya, implementasinya di lapangan yang kurang.

“Peraturannya sudah bagus dan cukup ketat, tinggal implementasi yang perlu dievaluasi. Nah sekarang, bagaimana evaluasinya, ini kan belum pernah dilakukan. Jadi tidak lantas langsung diubah kalau dianggap tidak efektif," kata Atong.

Menurut Atong, Kemenko PMK tidak bisa merevisi PP 109/2012 secara sepihak, sebab, proses pembuatan PP harus berkoordinasi dengan Kementerian lainnya.

Ia menyebut, dalam merevisi sebuah PP itu tidak bisa karena ada desakan dari pihak tertentu kepada pemerintah. Namun, harus ada pembahasan dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat.

“Jadi merubah PP itu tidak semudah seperti yang dibayangkan. Kementerian tidak bisa didesak dengan kepentingan sepihak, karena kami mencoba melihat kepentingan baik sektoral, Kementerian maupun para stakeholder sekitar dari industri, petani, juga di sisi dari kepentingan kesehatan," kata dia.

Baca Juga: Revisi PP No 109/2012, Bos Indonesian Tobacco (ITIC): Kami Tidak Terlalu Khawatir

Hal senada diungkapkan oleh Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo berpendapat bahwa dalam mengatasi permasalahan tembakau di Indonesia harus dilihat secara utuh dan komprehensif.

"Ini harus dilihat dengan utuh dan komprehensif. Baik sisi kesehatan, dan industri juga. Banyak yang menggantungkan hidup dari industri tembakau karena Indonesia ini surga tembakau. Jadi saya minta harus dilihat secara holistik," ujarnya.

Ia menambahkan, pemerintah dalam melakukan kajian ihwal revisi PP 109/2012 tak boleh hanya mempertimbangkan dari sisi kesehatan saja, tetapi juga dari banyak sisi lain, termasuk petani.

Menurutnya, salah satu strategi yang paling efektif untuk menghindari bertambahnya perokok pemula di Indonesia, yakni dengan membatasi iklan dan sponsor rokok di sejumlah acara. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×