Reporter: Muhammad Julian | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) berharap bisa mencuil berkah dari rangkaian acara pelaksanaan pertemuan G20 2022 di Bali.
Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani mengatakan, rangkaian acara pelaksanaan pertemuan G20 2022 di Bali berpotensi membawa dampak positif bagi pelaku usaha perhotelan maupun restoran di kawasan Bali.
“Pertemuan puncak itu kan diikuti serangkaian acara sebelum menuju ke sana, itu pasti akan banyak potensi yang bisa dikembangkan terkait dengan acara ini, jadi di samping venue utamanya sendiri, itu kan para tamu pasti akan dijamu ke beberapa tempat,” ujar Hariyadi kepada Kontan.co.id, Selasa (30/11).
Seperti diketahui, Indonesia resmi memegang Presidensi Group of Twenty (G20) selama setahun penuh, dimulai dari 1 Desember 2021 hingga KTT G20 di November 2022. Serah terima presidensi dari Italia (selaku Presidensi G20 2021) kepada Indonesia sudah dilakukan secara langsung di Roma, Italia pada 31 Oktober 2021 lalu.
Baca Juga: PHRI: Rencana PPKM level 3 saat Nataru akan tekan ekonomi
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulisnya memperkirakan bahwa manfaat ekonomi Presidensi G20 bisa mencapai 1,5 – 2 kali lebih besar dari pelaksanaan IMF-WBG Annual Meetings 2018 di Bali, sebab pelaksanaan pertemuan G20 tahun depan yang direncanakan sejumlah 150 pertemuan dan side event selama 12 bulan.
“Terutama untuk sektor akomodasi, makan-minum, pariwisata, dan yang terpenting adalah branding Indonesia di dunia internasional,” tutur Menko Airlangga dalam keterangan tertulis yang dirilis November 2021 ini.
Harapan Hariyadi, manfaat positif yang dirasakan pada gelaran G20 2022 Bali bisa menyamai manfaat yang pelaku usaha perhotelan dan restoran rasakan pada gelaran IMF-WBG Annual Meetings 2018 di Bali beberapa tahun silam.
Hariyadi mencatat, kala itu tingkat keterisian hotel alias okupansi di Nusa Dua mencapai maksimum alias 100% dari jumlah kamar yang tersedia, sementara okupansi pada hotel-hotel di Bali yang letaknya tidak jauh dari Nusa Dua seperti misalnya Kuta, Seminyak, dan Jimbaran umumnya naik dari semula sekitar 50%-60% menjadi sekitar 70%.
Baca Juga: Ini tanggapan PHRI terkait usulan kenaikan upah minimum pada tahun 2022
Segendang sepenarian, pelaku usaha restoran di Bali juga kecipratan berkah penyelenggaraan IMF-WBG Annual Meetings 2018 kala itu, hanya saja Hariyadi tidak mengantongi data kenaikan transaksi yang ada di restoran-restoran setempat kala itu.
Berdasarkan catatan PHRI, saat ini jumlah kamar hotel bintang dan tidak berbintang di Bali berjumlah sekitar 160.000. Tingkat okupansinya berkisar 40-an%. Untuk menjaga kinerja bisnis, saat ini para pelaku usaha hotel di Bali berstrategi untuk menawarkan potongan harga alias diskon hingga 40% serta bekerja sama dengan agen pariwisata.
Sejauh ini, para pelaku usaha hotel di Bali belum mendapati tanda-tanda kenaikan tingkat okupansi hotel menjelang akhir tahun. “Sekarang sih belum ada (peningkatan) reservasi yang signifikan,” ujar Hariyadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News