Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan pelaku usaha Indonesia berambisi untuk menggenjot ekspor produk kayu dan turunannya ke Amerika Serikat (AS). Berbagai tantangan yang ada bakal dicarikan solusi secara bersama-sama agar pangsa pasar produk kayu di Indonesia di AS dapat terus meningkat.
Duta Besar Indonesia untuk AS, Rosan P. Roeslani mengungkapkan produsen produk kayu Indonesia harus menggarap serius pasar AS, karena permintaan produk kayu Indonesia di AS terus tumbuh ditopang oleh produk furnitur untuk kebutuhan perumahan maupun perkantoran.
“Dalam beberapa tahun ke depan permintaan produk furnitur diproyeksi akan terus meningkat seiring perubahan selera pada produk yang sesuai dengan gaya hidup yang ramah lingkungan,” ujar Rosan dalam siaran pers, Jumat (17/2).
Baca Juga: Industri Konstruksi Tumbuh, Ini Dampaknya Terhadap IKM Bahan Bangunan
Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Justianto mengungkapkan, Indonesia telah menambahkan indikator yang terkait aspek kelestarian sehingga SVLK kini bertransformasi menjadi Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) yang memberi jaminan pada legalitas juga kelestarian produk kayu yang diekspor ke mancanegara.
"Berbasis SVLK, ekspor produk kayu Indonesia tercatat mencapai US$ 14,51 miliar, tertinggi sepanjang sejarah dan naik 7% secara year on year (YoY) dimana tahun 2021 ekspor tercatat sebesar US$ 13,5 miliar," ungkap Agus.
Agus menambahkan, AS menjadi tujuan ekspor terbesar kedua di bawah RRT dengan nilai mencapai 2,23 miliar dolar AS. Produk yang diminati konsumen AS adalah furnitur kayu, plywood (panel kayu), dan kertas.
Baca Juga: Bisnis Wooden Toys Tetap Berkembang Meski di Masa Pandemi
Ketua Umum Apkindo Bambang Soepijanto mengungkapkan, salah satu produk yang diminati pasar AS adalah plywood tipis dengan ketebalan 2,7 mm yang dimanfaatkan untuk pembuatan mobil karavan.
Ketua Umum FKMPI, yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo menyatakan Indonesia punya peluang untuk terus meningkatkan ekspor. Salah satu alasannya adalah AS mengenakan bea masuk yang tinggi kepada produk-produk asal RRT, yang merupakan eksportir produk kayu terbesar ke sana.
Selain itu, Indonesia juga mendapat fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) dari AS sehingga beberapa produk kayu bebas bea masuk. “Kalau pangsa pasar kita bisa dinaikkan 100% dari saat ini sekitar 2 miliar dolar AS, baru sekitar 4 miliar dolar AS. Masih kecil jika dibandingkan dengan potensinya yang mencapai 63 miliar dolar AS,” kata Indroyono.
Dia menuturkan, promosi secara gencar dan bersama-sama perlu dilakukan agar konsumen di AS bisa semakin menerima produk kayu Indonesia. Indroyono juga sepakat soal perlunya membangun pusat display secara permanen di AS seperti yang diusulkan oleh HIMKI dan menyiapkan gudang.
Baca Juga: Tak Perlu Buru-Buru, Proyek Hilir 21 Komoditas Harus Bergulir Selektif
Abdul Sobur, Ketua Presidium HIMKI, menyatakan, pasar AS perlu digarap serius karena dari ekspor produk hasil hutan Indonesia, furnitur menempati peringkat terbesar. Ini juga selaras dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menargetkan ekspor furnitur dapat mencapai 5 miliar dolar AS pada tahun 2024.
“Nilai kompetitif produk furnitur perlu ditingkatkan, antara lain dari sisi desain dan dukungan logistik, mengingat sebagian besar dari anggota HIMKI berasal dari kalangan UKM,” kata Sobur.
Sobur menyatakan, pengalaman dan keberhasilan diaspora Indonesia dari Be-Hu Line LLC dalam menggandeng UKM untuk masuk pasar furnitur AS, dapat menjadi rujukan dan pembelajaran.
Baca Juga: Kadin: Prioritas Hilirisasi Bisa Dilakukan pada Sejumlah Komoditas Tertentu
Halim Rusli, Presiden Direktur Integra Group, produsen produk kayu terintegrasi yang rutin mengekspor ke AS sepakat tentang perlunya mengambil peluang dari kebijakan AS fiskal AS saat ini yang mengenakan bea masuk tinggi untuk produk asal RRT.
“Diperlukan dukungan dan regulasi dari pemerintah Indonesia agar produk kayu Indonesia bisa semakin kuat di pasar AS, antara lain terkait bea masuk impor (import duties) yang favourable bagi pengusaha Indonesia, serta penguatan jejaring diaspora pengusaha Indonesia yang lebih luas," ujar Halim.
Executive Director American Indonesian Chamber of Commerce Wayne Forrest mengingatkan soal pentingnya memahami ketentuan impor produk kayu di AS yang diatur lewat Lacey Act. Ketentuan itu mengharuskan produk yang diimpor tidak sekadar legal tapi juga harus lestari. Forrest juga sepakat tentang perlunya promosi yang lebih masif, penyempurnaan desain untuk produk-produk kayu Indonesia dan edukasi ke konsumen terhadap sumber bahan baku produk kayu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News