Reporter: Leni Wandira | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah kembali menegaskan komitmennya memperbaiki tata kelola industri musik nasional.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa kebijakan baru pengelolaan royalti musik bertujuan memastikan hak pencipta benar-benar diterima oleh pemilik karya, bukan terserap biaya operasional lembaga pengelola.
Langkah ini tertuang dalam Peraturan Menteri Hukum (Permenkum) No. 27 Tahun 2025, yang memangkas batas maksimal biaya operasional Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dari 20% menjadi hanya 8%.
“Artinya, ada 12% dana tambahan yang seharusnya kembali kepada pencipta lagu,” ujar Supratman dalam Executive Breakfast Meeting ke-4 Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (IKA Fikom Unpad) di The Tribrata Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Rabu (8/10).
Baca Juga: Menteri Ekraf Tekankan Sistem Royalti Musik Berbasis Penggunaan
Menurut Supratman, langkah ini merupakan bagian dari reformasi besar pengelolaan royalti musik, terutama dalam menghadapi tantangan ekosistem digital yang selama ini belum diatur secara memadai.
“Dulu yang digital sama sekali tidak diatur di dalam Permenkum. Karena itu sekarang, termasuk yang digital dan berkaitan dengan industri phonogram, semuanya harus lewat LMK,” ujarnya.
Namun, Supratman menyoroti masih adanya persoalan transparansi dalam pelaporan data anggota LMK, seperti absennya dokumen KTP atau NPWP dari pencipta yang berhak menerima royalti.
Kondisi ini, kata dia, membuat pemerintah sulit menyalurkan royalti secara akurat dan menimbulkan potensi ketidaktertiban administrasi.
“Sampai saat ini tidak ada yang menggugat, tapi saya menduga ada sesuatu yang tidak beres,” tegasnya.
Supratman menambahkan, reformasi ini akan terus berlanjut seiring penguatan digitalisasi sistem pengelolaan royalti, sehingga proses distribusi bisa diaudit secara terbuka.
“Kalau nanti transparansi dan digitalisasi LMK serta LMKN sudah berjalan baik, kami akan evaluasi ulang sistem pembagiannya,” jelasnya.
Baca Juga: Polemik Royalti Musik, Ketua DPR RI : Kita Butuh Sistem yang Transparan
Ketua Umum IKA Fikom Unpad Hendri Satrio (Hensa) menyambut positif kebijakan tersebut. Ia menilai langkah pemerintah sangat relevan dengan kebutuhan industri musik dan kreatif di era Presiden Prabowo Subianto, di mana musisi semakin bergantung pada pendapatan dari hak cipta digital.
“Royalti adalah hal yang sering diperbincangkan di era Presiden Prabowo, dan musisi memang butuh pendapatan dari karya mereka sendiri,” ujar Hensa, yang juga dikenal sebagai analis komunikasi politik dan pendiri lembaga survei KedaiKOPI.
Menurut Hensa, forum seperti Executive Breakfast Meeting IKA Fikom Unpad menjadi wadah penting untuk mempertemukan regulator, akademisi, dan pelaku industri dalam membahas tata kelola ekonomi kreatif berbasis hak kekayaan intelektual (HKI).
“Kami merasa isu royalti perlu dibahas lebih mendalam karena menyangkut keberlanjutan industri kreatif nasional,” tutupnya.
Selanjutnya: Ribka Haluk Bakal Dilantik Jadi Ketua Komite Percepatan Pembangunan Papua
Menarik Dibaca: Cara Tepat Membasmi Kutu pada Kucing, Cek Selengkapnya di sini!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News