kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Peneliti sebut ada upaya mematikan industri rokok


Rabu, 06 Mei 2015 / 10:30 WIB
Peneliti sebut ada upaya mematikan industri rokok
ILUSTRASI. Labu Kuning


Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Tobacco Control Support Center dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia mendorong agar gambar peringatan kesehatan atau pictorial health warning (PHW) di bungkus rokok dibuat semakin seram.

Peneliti tembakau dari Indonesia Berdikari, Puthut EA, menilai, sangat heran jika gambar-gambar itu terus diotak-atik, padahal dibuat oleh kalangan antirokok sendiri.

"Kok terus mau diubah lagi. Nanti gagal lagi, diubah lagi. Jadi apa mau mereka? Nanti lama-lama orang tidak boleh jualan rokok atau rokok hanya boleh dijual di supermarket atau tempat-tempat hiburan. Kayak bir. Sekalian saja mereka suruh kampanye tutup pabrik rokok," tegas Puthut, Selasa (5/5) kemarin.

Puthut menjelaskan, jika diteliti metode dan strategi antirokok itu tujuannya cuma satu yakni mematikan industri rokok dalam hal ini industri kretek nasional. Menurutnya, bohong belaka kalau cuma 'pengendalian'. "Itu bahasa kampanye saja," tegasnya.

Ia menambahkan, kalau mereka punya kekuatan politik untuk mematikan pasti dimatikan. Ranahnya ada tiga, lewat harga rokok yang mahal, lewat kawasan tanpa rokok, dan terakhir lewat total banned iklan.

Kampanye antirokok secara massif dengan iklan di mana-mana. Sangat tidak mungkin jika tidak ada motif ekonomi tertentu apalagi dengan dukungan finansial yang besar. "Kalau tidak ada dukungan finansial yang besar, apakah ada kampanye semasif itu?," ucap dia.

Dia mengingatkan, saat ini, terdapat perang besar antara industri farmasi dan industri rokok. Hanya bedanya, industri farmasi berdalih sebagai ‘dewa kesehatan’ dan menyerang industri rokok sebagai ‘setan kesehatan’. Padahal, dalam banyak hal, industri farmasi tak kalah jahat. Lihat saja praktik-praktik pemberian obat-obatan di rumah sakit dan di apotek-apotek.

Kedua, karena di negara Eropa dan Amerika, pasar rokok sudah sampai pada titik maksimal. Sehingga mereka harus masuk ke pasar Indonesia dan bahkan berusaha mengakuisisi perusahaan-perusahaan rokok di Indonesia. Tetapi karena elemen penting rokok adalah tembakau yang diproduksi di Indonesia, mereka menyerang rokok kretek sebagai rokok khas Indonesia, sebab jika berhasil, maka tembakau yang dipakai kelak akan didatangkan (impor) dari negara lain.

Puthut mengingatkan, total dari hulu sampai hilir, industri rokok melibatkan sekitar 30.500.000 orang. Dari hulu ke hilir, industri rokok memberi nilai tambah tinggi serta dinikmati oleh masyarakat dan negara, bandingkan dengan industri lain seperti barang tambang, CPO, karet, kakao.

"Bahan-bahan itu diekspor sebagai bahan mentah, dan nilai tambahnya dinikmati oleh negara-negara pengimpor," tandasnya. (Sanusi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×