Reporter: Harry Muthahhari | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang memfinalisasi penyusunan peraturan untuk mendukung program penerapan validasi database nomor identitas asli ponsel (International Mobile Equipment Identity/IMEI) untuk memerangi ponsel black market (BM).
Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin Janu Suryanto menjelaskan bahwa penerapan ini bukan tanpa tantangan. “Sindikat penyelundupnya (ponsel BM) kuat,” katanya saat dihubungi Kontan.co.id pada Kamis (1/8).
Baca Juga: Wah, Fintech Lending Bisa Mengakses IMEI, Kamera, Hingga Lokasi Pengguna Ponsel
Belum lagi dampaknya terhadap masyarakat. Sejauh ini, tambah Janu, barangkali sudah banyak pengguna ponsel BM yang kemudian ketika aturan ditetapkan, ponselnya tidak bisa dioperasikan. “Terus terang, masyarakat bisa marah, nanti demo, demikian juga pedagang kecil,” tambahnya.
Sementara ini, Janu belum mau bicara banyak terkait rencana aturan IMEI tersebut. Tapi sebelumnya, pemerintah menargetkan peraturan IMEI ni akan ditetapkan pada tanggal 17 Agustus 2019. Kini untuk aturan itu, Kemenkeu juga akan dilibatkan terkait pajak ponsel tersebut.
Ada empat poin utama mengapa aturan IMEI diperlukan untuk menahan arus ponsel ilegal yang masuk ke Indonesia. Kata Janu, empat poin itu adalah pajak, sertifikat postel, tingkat komponen dalam negeri (TKDN), serta buku manual kartu garansi dan layanan purna jual.
Baca Juga: Bisa akses IMEI handphone milik pengguna, fintech lending bisa hindari pinjaman ganda
Soal pajak, catatan Kontan.co.id, Ketua Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia Hasan Aula pernah menyebut bahwa sebanyak 20% penjualan ponsel di Indonesia merupakan ponsel ilegal.
Setahun, jumlah ponsel ilegal yang terjual di pasaran diperkirakan mencapai 9 juta unit. Dari penjualan itu, total pajak yang hilang disebut Hasan mencapai Rp 2,8 triliun setiap tahun.
Kemudian yang kedua, adalah sertifikat postel. Sertifikat postel merupakan sertifikat yang harus dibuat untuk setiap alat telekomunikasi yang mentransmisi, atau mentransmisi dan menerima spektrum radio. Artinya setiap ponsel yang legal memiliki sertifikat postel sebelum produk itu dijual di etalase.
Baca Juga: OJK memberikan izin pelaku industri fintech P2P lending mengakses IMEI
Ketiga, soal TKDN. Seperti diketahui, TKDN ponsel dengan jaringan 4G minimal memiliki 30% komponen dalam negeri. Jika satu ponsel tidak bisa memenuhi syarat tersebut maka produk itu tidak bisa secara resmi dijual di Indonesia.
Kebijakan TKDN ini memang dari awal ditetapkan agar produk komponen dalam negeri bisa terserap dengan baik.
Dan Keempat adalah buku manual garansi dan layanan purna jual. Bagi konsumen, garansi dan layanan purna-jual. Sebelumnya, Ketua Harian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) Tulus Abadi juga tidak merekomendasikan konsumen menggunakan ponsel black market karena jaminan yang diberikan sangat minim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News