Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Sriwijaya Air dan Garuda diharapkan mampu menemukan solusi bersama. Adapun hal tersebut lantaran kerja sama yang terjalin antara keduanya saling menguntungkan.
Alvin Lie, Pengamat Industri Penerbangan menyebutkan bahwa kembali di tahun lalu kala kerja sama antar keduanya dimulai dilihatnya sebagai manuver bisnis yang brilian.
Baca Juga: Sriwijaya: Hubungan dengan Garuda Indonesia ada di level pemegang saham
"Karena saling menguntungan yang mana Garuda Indonesia mendapatkan rute dan armada Sriwijaya. Sedangkan Sriwijaya juga terbantu dari kondisi keuangan yang sulit waktu itu," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (26/9).
Karenanya, dengan keadaan saat ini ia lebih mengkhawatirkan kondisi dari Sriwijaya Air dengan mempertanyakan permodalan perusahaan tersebut untuk menghadapi berbagai konsekuensi hutang yang sudah jatuh tempo. Kemudian dari sisi sumber daya manusia dan dari pelanggan yang terbiasa menggunakan jasa Sriwijaya Air dan NAM Air untuk rute yang biasa dilaluinya.
"Belum lagi GMF menarik lima mesin pesawat yang dipinjamkan ke Sriwijaya, itu kan jadi berat," lanjutnya.
Berdasarkan data yang dihimpun, Sriwijaya Air memiliki hutang atas tiga BUMN yakni Garuda Maintenance Facility (GMF), Pertamina, dan BNI dengan total Rp 2,34 triliun. Adapun, rinciannya kepada PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk Rp 810 miliar, Pertamina Rp 942 miliar, serta BNI sebesar Rp 585 miliar.
Baca Juga: Ada kisruh dengan Garuda, Sriwijaya: Operasional masih berjalan normal
Dengan masalah tersebut, Alvin mengakui sudah beberapa kali melakukan komunikasi dengan pihak Sriwijaya Air dan mendorong untuk melakukan musyawarah. Sayangnya, ternyata hingga kini kedua belah pihak belum menemukan titik terang dengan adanya permasalahan ini.
"Saya melihat ini sebagai masalah internal Sriwijaya Air. Hanya saja, saya tidak menyalahkan siapa-siapa, tapi kembali ke awal kerja sama waktu itu Sriwijaya juga sudah mengalami kesulitan keuangan," tutupnya.
Asal tahu saja, sebelum kerja sama terjalin antara kedua maskapai itu, Sriwijaya Air menanggung rugi sebesar Rp 1,2 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News