kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.416.000   13.000   0,54%
  • USD/IDR 16.711   8,00   0,05%
  • IDX 8.678   20,69   0,24%
  • KOMPAS100 1.188   5,72   0,48%
  • LQ45 853   4,94   0,58%
  • ISSI 312   3,07   0,99%
  • IDX30 439   0,81   0,18%
  • IDXHIDIV20 507   0,35   0,07%
  • IDX80 133   0,74   0,56%
  • IDXV30 139   0,11   0,08%
  • IDXQ30 139   0,22   0,16%

Pengamat: Indonesia tertipu oleh Freeport


Minggu, 25 Oktober 2015 / 22:23 WIB
Pengamat: Indonesia tertipu oleh Freeport


Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Pengamat pertambangan Marwan Batubara mendesak pemerintah Indonesia untuk meningkatkan posisi tawar dalam renegoisasi perpanjangan Kontrak Karya (KK) Freeport yang akan berakhir tahun 2021. Sebab selama ini Indonesia telah tertipu dalam kasus Freeport.

Pernyataan ini dikemukakan Marwan dalam diskusi publik “Rakyat Menuntut Hak Kepada Freeport” di Jakarta, Minggu (25/10). Marwan mengkritik sikap Presiden Joko Widodo yang dirasa tidak menunjukkan kepemimpinan yang kuat dalam isu Freeport di Indonesia.

“Padahal semua langkah Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said pastilah sepengetahuan Presiden Joko Widodo. Jadi jangan ada drama dimana ada yang ingin dapat dukungan Amerika Serikat (AS) tapi ada seseorang yang seolah dikorbankan,” kata Marwan.

Selain itu, jumlah investasi yang akan dikucurkan oleh PT Freeport Indonesia apabila KK diperpanjang 20 tahun sampai 2041 bukanlah US$ 18 miliar, melainkan US$ 17,3 miliar. Jumlah tersebut dialokasikan untuk membangun smelter di Gresil sebesar US$ 2,3 miliar dan membangun pertambangan bawah tanah US$ 15 miliar. “Angka ini sebetulnya sudah lama muncul,” ujar Marwan.

Pria yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) menengarai ada bluffing dalam pembentukan opini pentingnya keberlanjutan investasi PT Freeport Indonesia dalam penambangan tembaga, emas, dan perak di Timika, Papua. Padahal investasi US$ 18 miliar itupun tidak dilakukan sekaligus, melainkan bertahap setiap tahun hampir US$ 1 miliar selama 20 tahun. “Itupun dana investasi tersebut bukan suntikan modal besar yang datang dari Amerika Serikat, melainkan dari sumber keuangan internal PT Freeport Indonesia yang tentunya berasal dari keuntungan penjualan mineral dari tanah Papua itu sendiri,” jelas Marwan.

Marwan menyayangkan sebagian Pejabat Pemerintah Indonesia mengkampanyekan seolah Indonesia sedang berada dalam posisi terdesak sehingga harus segera memberikan persetujuan. “Jadi selama ini Indonesia tertipu dalam kasus Freport. Dan sebagian pejabat ikut mengkampanyekan itu,” pungkas Marwan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×