kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat: Pembentukan holding energi harus ditunda


Selasa, 26 Juli 2016 / 17:20 WIB
Pengamat: Pembentukan holding energi harus ditunda


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Rencana pemerintah melalui Kementerian BUMN untuk menjadikan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai anak usaha Pertamina harus ditunda. 

Sebab, pemegang saham publik PGN harus mengetahui rencana tersebut dengan jelas. Selain itu, pemerintah harus menyampaikan rencana holding energi kepada publik agar tidak ada yang dirugikan.

Pengamat Kebijakan dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Tri Widodo menilai, ada beberapa alasan harus ditundanya rencana akusisi PGN oleh Pertamina.

“Saya setuju sekali BUMN Migas di Indonesia harus kuat untuk selesaikan carut marut energi di Indonesia. Tapi, kalau bicara holding energi, mengapa caranya Pertamina harus mengakuisisi PGN? Ini agak rancu dan aneh, lebih baik ditunda,” katanya melalui siaran tertulis yang diterima, Selasa (26/7).

Ia bilang, jika bicara soal Holding Energi, Dewan Energi Nasional (DEN) sangat concern. Karena, menurutnya penyusunan holding tujuannya baik.

“Namun ketika bicara PGN dan Pertamina saja, inilah yang jadi masalah. Akuisisi ini saya tidak setuju karena hanya melalui selembar kertas RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah). Pertamina tak bisa disalahkan, PGN juga. Tapi Kementerian BUMN yang harus menjelaskan secara rinci,” tegasnya.

Tri mengatakan, pembentukan holding melalui Inbreng saham PGN ke Pertamina akan memunculkan tata kelola kurang baik dari sisi praktik pasar modalnya. Artinya, menurut Tri pemerintah bisa semena-mena kepada perusahaan BUMN yang sudah berstatus terbuka.

“Kalau kita baca di media 56% saham PGN dikuasai pemerintah dan sisanya dikuasai pemegang saham publik. Dengan hanya RPP, disitu pengalihan saham PGN secara otomatis jadi anak usaha Pertamina. Ini tidak sehat,” kata dia.

Dia bilang, mekanisme yang betul adalah, pemegang saham minoritas dan publik harus diutamakan dan dilindungi. PGN sudah lama didukung pemegang saham publik.

Menurutnya, hal yang baik dilakukan pemerintah selaku pemegang saham mayoritas adalah dengan PGN menyelenggarakan RUPS. RUPS ini agendanya apakah setuju atau tidak ada perpindahan kepemilikan.

“Karena berdasarkan  UU tentang pasar modal. Apapun informasi fakta material harus diketahui publik. Jangan sampai ada gugatan ke depannya,” kata dia.

Menurutnya jika memang setuju tidak ada masalah. Dan jika ada yang tidak setuju, maka pemerintah haruslah melakukan buyback dulu saham PGN. “Nah ini biayanya besar bisa mencapai Rp 28 triliun menurut perhitungan saya,” ungkapnya.

Intinya adalah, pemerintah melalui Kementerian BUMN haruslah menunda dan bahkan membatalkan rencana yang tidak jelas ini. Kalaupun ingin membentuk holding energy, menurut Tri, haruslah menghargai segala masukan stakeholders termasuk DEN.

“Ungkap secara rinci kepada publik, jangan melalui RPP yang tiba-tiba,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×