kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengamat Tambang: Tidak mungkin PKP2B kelola lahan hanya 15.000 ha


Rabu, 10 Juli 2019 / 19:01 WIB
Pengamat Tambang: Tidak mungkin PKP2B kelola lahan hanya 15.000 ha


Reporter: Filemon Agung | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Ketentuan luas lahan bagi perusahaan batubara Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang habis masa kontraknya diatur dalam PP No 77/2014, mengacu Pasal 83 UU Minerba poin d, luas satu Wilayah Izin Usaha Produksi Khusus (WIUPK) untuk tahap kegiatan operasi produksi pertambangan batubara diberikan dengan luas paling banyak 15.000 ha.

Luas lahan 15.000 ha menurut Ketua Indonesia Mining Institute (IMI), Irwandi Arif sangat tidak memungkinkan bagi kegiatan produksi dan berujung pada tidak optimalnya produksi. "Jika sebuah perusahaan batubara punya luas wilayah 40.000 hektare, maka kebutuhan lahan ada beragam," sebut Irwandi, Rabu (10/7).

Lebih jauh Irwandi menambahkan, semisal luas rencana penambangannya sekitar 10.400 ribu hektar, luas tempat pembuangan tanah penutup sekitar 14.800 hektare dan luas rencana settling pond sekitar 2.400 ha maka penciutan wilayah akan mengakibatkan penurunan produksi. "Atau bisa saja operasi tidak berjalan," jelas Irwandi.

Menurutnya dalam pembuatan kebijakan, pemerintah perlu memperhatikan beragam aspek. "Perlu ada transparansi dan akuntabilitas," sebut Irwandi.

Lebih jauh ia menyampaikan, pemerintah tidak bisa melakukan generalisasi terhadap industri pertambangan khususnya batubara. Menurutnya cadangan batubara bukanlah cadangan yang tersebar di seluruh lahan kawasan tambang batubara.

Sementara itu, Pengamat hukum sumber daya alam dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menyoroti berbagai kebijakan pemerintah yang menurutnya malah melanggar aturan yang ada. "Pemberian izin bagi Tanito kali lalu contohnya," sebut Redi.

Ia mengungkapkan Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah tepat, sebab keputusan memperpanjang operasi dengan luas lahan melebihi 15 ribu hektar jelas bertentangan dengan Undang-Undang. "Menabrak Pasal 62 UU Minerba," sebut Redi.

Keduanya menilai, dalam penyusunan kebijakan pemerintah perlu memperhatikan dampak sosial, lingkungan, dampak finansial, serta kemungkinan dampak konflik politik ekonomi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×