Reporter: Filemon Agung | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pasca pembatalan perizinan perpanjangan operasi bagi PT Tanito Harum, sejumlah perusahaan batubara Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama masih terkatung-katung nasibnya.
Pengamat Hukum Sumber Daya Alam dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menyebut dalam kondisi seperti ini perlu ada diskresi dari Presiden. "Bisa melalui Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang (Perppu) dan ini bisa lebih cepat," ujar Redi di Jakarta,Rabu (10/7).
Menurut Redi langkah ini perlu dilakukan sebab industri batubara secara umum berkaitan dengan banyak hal lain seperti industri kelistrikan. Hal senada diungkapkan Ketua Indonesia Mining Institute (IMI), Irwandi Arif.
"Sedang terjadi kekosongan hukum dan tidak bisa diatasi dengan cara UU seperti saat ini," jelas Irwandi. Lebih jauh Irwandi menyebut, ketidakpastian nasib Tanito Harum telah memberikan beberapa dampak. "Tambang batubara Tanito mulai tergenang air," sebut Irwandi.
Ia menambahkan, sejumlah stok batubara bahkan sudah mulai terbakar. Selain kedua dampak tersebut, Irwandi mengungkapkan penghentian operasi Tanito telah menyebabkan terjadinya PHK bagi 300 pegawai Tanito.
Mengutip laporan Kontan.co.id, Kendati demikian, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM Muhammad Hendrasto meyakinkan bahwa sekalipun PT Tanito Harum sudah tak lagi beroperasi, namun hal itu tidak akan berdampak signifikan terhadap target produksi batubara nasional.
Sebab kata Hendrasto, produksi batubara Tanito tidak terlalu besar. Yakni sekitar 1 juta ton per tahun. "1 juta dari sekitar 500 juta ton (produksi nasional), nggak akan pengaruh signifikan," kata Hendrasto, saat ditemui di Kompleks DPR RI, Selasa (9/7).
Menanggapi hal tersebut, Irwandi bilang kekhawatiran bisa timbul jika PKP2B lain mengalami nasib serupa. Ia mencontohkan, Jika PT Arutmin Indonesia yang habis masa kontrak pada 2020 dan PT Kaltim Prima Coal pada 2021 juga terkatung-katung nasibnya maka akan memberikan dampak pada industri batubara. "Total produksi keduanya mencapai 100 juta ton," ungkap Irwandi.
Lebih jauh Redi mengungkapkan, jika Perppu tidak bisa menjadi opsi maka sejumlah perusahaan batubara dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bisa melakukan opsi uji tafsir ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Bisa ajukan uji materi, ini juga bisa menjadi angin segar bagi ESDM jika disetujui," jelas Redi. Menurut Redi, dengan persetujuan MK maka langkah Kementerian ESDM kali lalu yang memberi persetujuan perpanjangan operasi tidak bisa dianggap menyalahi aturan.
Dalam catatan Kontan.co.id, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, meski tergolong PKP2B generasi pertama tapi produksi batubara PT Tanito Harum memang tidak banyak. Namun demikian, Hendra menegaskan persoalan PT Tanito Harum ini bukan sekadar masalah volume produksi batubara semata.
Lebih dari itu, kata Hendra, persoalan PT Tanito Harum ini menyangkut kepastian hukum dan investasi di dalam industri batubara nasional. "(Produksi) memang kecil, cuman bukan masalah itu. Mereka juga kan sudah punya rencana ke depan, jadi efeknya ke kepastian investasi" kata Hendra.
Terlebih, Hendra mengkhawatirkan bahwa pencabutan perpanjangan izin operasi ini akan menjadi preseden negatif terhadap PKP2B generasi pertama lain yang akan habis kontrak dalam beberapa tahun ke depan.
Apalagi, produksi dari seluruh PKP2B generasi pertama setara dengan lebih dari separuh total produksi batubara nasional. "Ini dampaknya ke generasi pertama yang lainnya, itu kan yang menjadi permasalahannya," tandas Hendra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News