kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengusaha nakal ganggu industri penunjang migas


Sabtu, 05 Mei 2012 / 07:00 WIB
Pengusaha nakal ganggu industri penunjang migas
Investasi aman dengan bunga deposito menarik yang ditawarkan oleh J Trust


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Test Test

JAKARTA. Pengusaha sektor penunjang industri pertambangan migas mengeluhkan pelaku industri serupa yang dinilai nakal sehingga merugikan usaha mereka. Para pelaku industri dalam negeri menilai pengusaha yang nakal ini adalah pengusaha asing yang hanya memanfaatkan Indonesia sebagai transitment point.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Pipa Pemboram Minyak dan Gas Bumi (Apropipe), Bambang Yulianto menjelaskan pengusaha asing yang nakal hanya melakukan kegiatan usaha di sektor hilir yang sangat minim. Misalnya menggunakan Batam sebagai pintu masuk bagi produk mereka dari luar dan sedikit memodifikasi produk tersebut. "Seperti dicat saja," ujar Bambang, Jumat (4/5).

Walaupun hanya melakukan kegiatan usaha yang minim ini, mereka tetap bisa mendapatkan sertificate of origin Indonesia. Kemudian mereka mengekspor kembali produk-produk tersebut dengan label made in Indonesia.

Bambang bilang hal ini dilakukan para pengusaha asing yang nakal, seperti dari China, karena bila menggunakan sertificate of origin dari negara asal, negara tujuan mereka seperti Amerika Serikat dan Kanada mengenakan aturan antidumping. Dus, mereka harus mengeluarkan bea masuk sekitar 48% hingga 166%. "Bisa dibayangkan dari pada mereka terkena pajak sebesar itu, pengapalan dan proses produksi yang minim di Indonesia tentu lebih menguntungkan mereka," tandasnya.

Hal ini berbuntut panjang dengan sulitnya produk buatan pengusaha dalam negeri dalam memperebutkan pasar ekspor. Karena pemerintah China memberikan insentif yang besar bagi pengusaha ditambah dengan memiliki sertificate of origin Indonesia yang membuat bea masuk ke negara tujuan menjadi lebih rendah, mereka bisa menjual barang dengan lebih rendah pula.

Dia mengatakan, kapasitas produksi pipa pengeboran dan komponen milik pengusaha lokal di Indonesia untuk keperluan tambang mencapai 537.000 ton. Padahal konsumsi pipa pengeboran di dalam negeri hanya mencapai 200.000 ton tiap tahun. Namun, sejak 2008 tiba-tiba kapasitas di dalam negeri menjadi 1,5 juta ton yang kebanyakan hanya berupa proses produksi yang minim. "Ini satu fakta negara seperti China menggunakan Indonesia sebagai tempat transit produknya untuk menghindari duties di negara tujuan sebenarnya," keluhnya.

Bambang sendiri mengaku heran dengan mudahnya produk-produk untuk reekspor tersebut mendapatkan sertificate of origin Indonesia. Padahal tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dari produk-produk tersebut kebanyakan sekitar 5% hinga 10%. Sedangkan seharusnya TKDN yang berlaku adalah 25%.

Terkait hal ini ia meminta pemerintah bisa meningkatkan pengawasan verifikasi produk untuk reekspor ini. Khususnya di lokasi yang sudah menjadi pintu masuk internasional seperti Batam.

Kegusaran Bambang juga diamini Herman Hermanto, Direktor of Business and Development PT Citra Tubindo. Dia bilang praktik nakal pengusaha asing ini bisa menciptakan persaingan tidak sehat khususnya di pasar ekspor. Herman mengharapkan pemerintah segera menerapkan tindakan pengamanan perdagangan (safeguard) terhadap produk casing dan tubing yang saat ini banyak diimpor oleh China, Singapura, dan Jepang yang mana masih diselidiki oleh Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI).

Citra Tubindo sendiri banyak mendapatkan proyek dari permintaan luar negeri seperti Asia dan mulai merangsek ke Timur Tengah dan Australia. Sedangkan di pasar domestik, perusahaan tahun lalu mendapatkan kontrak dari Total Indonesia senilai US$ 62,3 juta, Conoco Philiph US$ 24,7 juta dan Chevron US$ 16,2 juta. "Tahun ini kami akan menyelesaikan proyek dari Exxon Mobil di Cepu," ujar Herman.

Tahun ini, perusahaan memasang pertumbuhan 10% sebagai target konservatif. Tahun lalu Citra Turbido mencatatkan pendapatan sebesar US$ 250 juta sehingga tahun ini mereka menargetkan pendapatan sebanyak US$ 252,5 juta.

Sementara itu, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, para pengusaha industri penunjang pertambangan juga mengharapkan lebih banyak diikutsertakan dalam tender proyek pemerintah. Dia bilang para pengusaha lokal sering dikalahkan oleh para importir. "Karena menyangkut penggunaan produk dalam negeri maka tentu saya dukung," kata Hidayat.

Untuk itu, dia bilang akan mengadakan pertemuan dengan pihak-pihak terkait guna menyamakan platform industri sehingga produk dengan TKDN tinggi lebih banyak digunakan. "Saya yakin bisa, dulu juga kami bantu antara Pertamina dengan industri galangan untuk pengadaan kapal," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×