Reporter: Sofyan Nur Hidayat, Yudho Winarto | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Para pengusaha Indonesia gusar dengan langkah Pemerintah Turki mengenakan bea masuk antidumping (BMAD) terhadap 58 produk Indonesia. BMAD tersebut mengakibatkan produk-produk buatan Indonesia tidak kompetitif di pasar Turki. Beberapa produk yang terkena BMAD tersebut, antara lain polyehtylene terepthalate, ban, tekstil dan produk tekstil, serta alas kaki.
Forum Komunikasi Asosiasi Industri (Forkan) yang terdiri dari sejumlah asosiasi industri pun meminta Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melobi Presiden Turki Abdullah Gul yang sedang berkunjung ke Indonesia untuk mencabut BMAD tersebut. "Kami minta Turki mengecualikan produk dari Indonesia," ujar Franky Sibarani, Koordinator Forkan, dalam konperensi pers kemarin.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman menambahkan, langkah Turki itu bertentangan dengan aturan WTO. Semestinya, bila ingin memberlakuan BMAD, Turki harus memaparkan kerugian yang terjadi akibat masuknya barang dari Indonesia. "Mereka tidak memberi informasi injury yang terjadi," kata Ade. Dan yang aneh, selama ini produk-produk Indonesia tersebut bisa dengan mudah masuk ke negara Eropa Timur dan Eropa Barat lewat Turki.
Meski Turki mengenakan BMAD terhadap 58 produk Indonesia, Indonesia masih enggan memberlakukan BMAD terhadap terigu asal Turki. Akibatnya, hingga April ini industri terigu dalam negeri merugi Rp 300 miliar. Padahal, "Komite Anti Dumping Indonesia telah merekomendasikan pemberlakuan BMAD rata-rata 20% terhadap impor terigu dari enam produsen asal Turki," kata Ratna Sari Loppies, Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo).
Tampaknya keinginan para pengusaha tidak akan terpenuhi. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, penyelesaikan masalah BMAD Turki tersebut cukup di level menteri perdagangan. Presiden SBY akan mengadakan pembicaraan resmi dengan Presiden Abdullah Gul di istana hari ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News