Reporter: Evilin Falanta | Editor: Test Test
JAKARTA. Para pengusaha di Indonesia mengeluhkan kasus pengenaan bea masuk anti dumping dan safeguard untuk 58 produk industri asal Indonesia yang dikenakan Turki. Forum Komunikasi Asosiasi Industri Nasional mengajukan surat permintaan kepada Presiden RI untuk membahas persoalan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan safeguard yang dikenakan oleh Otoritas Pemerintah Turki.
Menurut Franky Sibarani dari Koordinator Forum Komunikasi Asosiasi Industri Nasional menilai bahwa kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah Turki dianggap tidak adil. "Kami memandang, Turki sebagai anggota WTO terbukti sepenuhnya tidak mematuhi aturan rambu-rambu yang telah disepakati dalam perjanjian WTO. Misalnya saja, pengajuan pengenaan BMAD tanpa menyebutkan industrinya. Ini terlihat otoritas Turki sangat lemah," jelas Franky saat konfrensi pers siang ini, (4/3).
Pasalnya, melalui pengenaan BMAD tersebut jelas menghambat arus perdagangan terhadap produk asal Indonesia. Dari 58 HS nomor produk Indonesia yang telah dikenakan BMAD dan safeguard diantaranya polyehtylene terepthalate (PET) terkena BMAD 10,94% hingga 11,69%, polyester synthetic staple terkena BMAD 6,2% hingga 12%, pakaian jadi atau apparels dikenakan safeguard, tepung terigu dikenakan BMAD 18%, dan masih banyak lagi.
"Kalau kami dari industri pertekstilan sudah banyak kehilangan pangsa pasar di Turki sejak diberlakukannya BMAD ini. Jelas saja, produk kami jadi tidak berdaya saing lagi untuk memasuki pasar Turki," kata Ade Sudrajat, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia.
Turki dikenal sebagai negara yang paling aktif menerapkan kebijakan tindakan anti dumping dan safeguard. Sementara itu, bagi para pengusaha di Indonesia negara Turki sebagai peluang pasar terbesar lantaran ia mampu menjadi jalur penghubung ke Eropa Timur dan Eropa Barat.
Para pengusaha berharap supaya Presiden beserta jajarannya dapat membicarakan persoalan yang sedang dihadapi stakeholder ini dengan pemerintah Turki. Sebab, jika tidak diselesaikan hal ini dapat mengakibatkan kerugian penurunan produksi serta penurunan devisa dari ekspor dan akhirnya turut berdampak pada sektor ketenagakerjaan nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News