Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya mengejar produksi 1 juta barel per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) dinilai harus sejalan dengan target pengurangan emisi gas rumah kaca yang juga jadi target pemerintah.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong mengungkapkan target produksi migas di tahun 2030 bakal berdampak pada peningkatan emisi GRK.
Alue menambahkan, sejumlah upaya memang dilakukan demi menjaga agar penambahan produksi migas tak berdampak makin besar pada tingkatan emisi GRK. Untuk itu, penerapan teknologi ramah lingkungan dinilai perlu dilakukan. "Misalnya seperti penerapan operasional gas yang sudah di desain dengan teknologi zero gas flaring," ujar Alue dalam Gelaran IPA Convex 2021, Rabu (1/9).
Asal tahu saja, jika merujuk Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) 2017, komposisi pasokan energi pada 2030 dipenuhi dari minyak bumi sebesar 23%, gas bumi sebesar 21,8%, batu bara sebesar 29,6%, dan energi baru terbarukan sebesar 25,6%.
Selain penerapan teknologi zero gas flaring, upaya lain yang dilakukan yakni carbon capture storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS). Alue melanjutkan, regulasi mengenai perdagangan karbon juga kini terus diupayakan dimana pelaku usaha mendapatkan sertifikasi pengurangan emisi yang dimungkinkan untuk dipasarkan di pasar karbon.
Baca Juga: Jaring investasi hulu migas, pemerintah siap guyur insentif
Dengan adanya target produksi migas dan kebijakan energi jangka panjang, carbon pricing akan memainkan peran strategis. Apalagi, Alue mengatakan, pihaknya akan mendorong sektor migas untuk menerapkan bisnis hijau pada kegiatan operasi. Kebijakan harga karbon juga diharapkan dapat menarik investasi.
“Dengan pertimbangan dari harga karbon, Kementerian LHK, Kementerian ESDM, IPA, dan industri akan memulai diskusi mengenai harga karbon potensial,” ujarnya.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, investasi migas sangatlah penting bagi Indonesia dalam situasi saat ini di mana perekonomian negara terkontraksi akibat pandemi Covid-19. Lebih jauh dari itu, investasi migas juga penting dalam upaya mengamankan kebutuhan energi nasional dan mengurangi emisi karbon.
“Investasi sangat penting dan saat bersamaan komitmen internasional juga sangat penting (Kesepakatan Paris). Kita harus bisa mencari keseimbangan yang pas untuk semua ini,” katanya.
Menurutnya, pajak karbon merepresentasikan cara melihat ekonomi, lingkungan, dan pilihan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Saya yakin banyak sektor mencoba berdiskusi tentang carbon tax, kami juga ingin mendapatkan input dari semua sektor,” pungkas Suahasil.
Selanjutnya: Hulu migas diharapkan berkontribusi dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News