Reporter: Lita Febriani | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) menilai daya beli masyarakat terhadap rokok beberapa tahun ini menurun. Belum stabilnya ekonomi menjadi salah satu penyebabnya.
Ketua Gaprindo Muhaimin Moeftie mengatakan meski daya beli masyarakat terhadap rokok menurun, setidaknya industri rokok tahun ini bisa bernafas dengan tidak naiknya cukai. "Mudah-mudahan, kan kita diberi nafas istilahnya untuk berjuang lagi supaya volume rokok kembali lagi," tutur Muhaimin ke Kontan.co.id, Jakarta, Rabu (30/1).
Berdasarkan penelitian dari Mandiri Sekuritas. Salah satu produk rokok dari PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) yang premium yakni A Platinum sudah tidak beredar di pasaran sejak Desember 2018.
Pada penelitian tersebut memaparkan bahwa beberapa rokok lain juga mengalami peningkatan harga. Seperti Sampoerna A Mild mengalami kenaikan sebesar 9% pada Januari 2019 dibanding Desember 2018.
Gudang Garam Surya 16 naik dari harga Rp 18.600 pada Desember 2018 menjadi Rp 20.000 pada Januari 2019, atau naik sekitar 8%. A Mild 12 naik menjadi 11%. GG
International naik sekitar 6%. Magnum Filter naik 5%. LA Lights naik sekitar 3% dan Dji Sam Soe 12 naik 1%.
Ketua Gaprindo memandang bahwa kenaikan beberapa merek rokok ada pada kebijakan masing-masing pabrikan. "Itu tergantung produsennya. Karena yang jelas cukai tidak naik, tapi mungkin bahan baku naik, soal harga keputusan pabrik," tambah Muhaimin.
Muhaimin menambahkan kenaikan harga rokok melihat pada persaingan dan biaya produksi yang dikeluarkan. "Harus dilihat juga persaingan di pasar. Misal brand saya kuat dan biaya produksi naik ya saya berani saja naikkan. Tapi kalau brand lemah ngga berani naikkan," ungkap Ketua Gaprindo.
Gaprindo berharap industri rokok tahun ini dapat tumbuh. Meski dinilai beberapa peraturan mengenai pelarangan merokok kemungkinan juga menjadi salah satu faktor lesunya industri penyumbang devisa bagi negara tersebut.
Muhaimin memberi contoh dengan semakin banyaknya kawasan khusus merokok secara tidak langsung juga berpengaruh pada konsumsi rokok sendiri. "Contoh disebuah perkantoran yang terdapat kawasan rokok tersendiri, satu dua kali masih kuatlah turun jika perkantoran bertingkat atau pergi ke tempat rokok hanya untuk merokok. Tapi kalau terusan kan juga gimana. Nah itu akan pengaruhi konsumsinya," jelas Muhaimin.
Meski demikian dengan dengan tidak naiknya cukai rokok diharapkan Muhaimin mampu memacu naiknya industri rokok tahun ini. "Itu harapan kami tumbuh pasti. Dengan dikasih napas bisa tumbuh harapannya atau stabillah paling tidak," tambah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News