Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
BANDUNG. Pertumbuhan kamar hotel yang pesat di Kota Bandung dari satu sisi memang berdampak positif, namun pada sisi yang lain ada dampak negatif, yakni pada iklim persaingan usahanya.
Herman Muchtar, Ketua DPD Pehimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat mengatakan, jumlah kamar hotel di Kota Bandung saat ini sudah melebihi 15.000 unit.
"Memang, kunjungan wisata naik. Tetapi banyaknya kamar membuat okupansi stagnan, yaitu sekitar 55%. Idealnya, kami okupansi ada 70%," ujarnya di ruang Dewan Pengembangan Ekonomi (DPE) Kota Bandung, Jalan Talagabodas 31 Bandung, Senin (25/2).
Berkurangnya okupansi kamar terjadi karena banyaknya jumlah kamar. Apalagi, kata Herman, penambahan kamar baru tidak disertai dengan kajian.
Bahkan, kata Herman, okupansi hotel di Kota-kabupaten lain di Jawa Barat okupansinya tidak melebihi 35%. Contohnya di Pangandaran dan Sukabumi, rata-rata okupansi hotel hanya 27%-29%. Padahal, kedua daerah itu merupakan tujuan wisata.
Dampak dari okupansi yang rendah itu kemudian berimbas pada persaingan tarif yang tidak sehat. Idealnya di Jawa Barat, tarif hotel bintang 2 ada pada rata-rata Rp 350.000 – Rp 500.000 per hari.
Untuk bintang 3 rata-rata Rp 500.000 – Rp 750.000 per hari. Sedangkan untuk hotel bintang 4 sekitar Rp 750.000 - Rp 1 juta, dan bintang 5, melebihi Rp 1 juta.
Namun faktanya, tidak sedikit hotel berbintang yang menetapkan tarif kamar di bawah tarif ideal tersebut. "Ini terjadi untuk menutupi rendahnya okupansi, terutama saat weekday," kata pria yang menjabat Wakil Ketua Kadin Jabar Bidang Pariwisata dan Transportasi itu.
Tidak sesuainya tarif dengan nilai ideal itu untuk menutupi dana operasional yang tentunya tidak sedikit. Terlebih, jika berkaitan dengan kenaikan upah minimum kota-kabupaten, tarif dasar listrik (TDL), dan rencana kenaikan elpiji serta bahan bakar minyak (BBM).
Herman khawatir, pengusaha perhotelan, utamanya yang menggunakan dana kredit perbankan kesulitan untuk menjalankan bisnisnya.. "Okupansi hotelnya rendah membuat potensi kredit macet dapat terjadi," katanya.
Untuk itu, kata Herman, PHRI bersama DPE Kota Bandung, segera mengkaji masalah perhotelan. "Tidak hanya mengenai jumlah kamar, tapi sarana pendukung lainnya, seperti infrastruktur, penerbangan, termasuk perlu tidaknya menghidupkan lagi jalur-jalur kereta api ke daerah-daerah tujuan wisata," katanya. (Tribunjabar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News