kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perilaku belanja konsumer bergeser jauh


Kamis, 10 Mei 2018 / 15:58 WIB
Perilaku belanja konsumer bergeser jauh
ILUSTRASI. PT Matahari Department Store Tbk (LPPF)


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Neurosensum Technology International (Neurosensum), sebuah perusahaan riset/survei pasar berbasis teknologi Neuroscience dan Artificial Intelligence (AI) menemukan bahwa pola perilaku konsumen dalam membelanjakan uangnya telah mengalami perubahan besar.

Hal itu diperoleh berdasarkan riset menyeluruh yang dilakukan tentang perilaku konsumen dan pola konsumsi di Indonesia dalam riset bertajuk Memahami Tren Konsumen Masa Kini.

Riset tersebut menggambarkan populasi masyarakat perkotaan. Penelitian dilakukan terhadap 1.000 orang peserta dengan metode wawancara tatap muka, berlangsung mulai bulan Maret - April 2018 di 12 kota di Indonesia yaitu Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Makasar, Palembang dan Balikpapan.

Menurut Rajiv Lamba, Managing Director Neurosensum, riset yang dilakukan merupakan riset menyeluruh untuk mengkaji perilaku konsumen dan pola konsumsi di Indonesia. Hal ini memberi dampak pada perusahaan dan juga kepada ekonomi secara keseluruhan dalam jangka panjang.

“Hasil riset menunjukkan adanya perubahan perilaku yang sangat signifikan dari cara konsumen menghabiskan uangnya dan ini akan menjadi tantangan yang besar bagi industri di Indonesia, khususnya fast moving consumer goods (FMCG) dan personal care. Perusahaan yang sudah lama hadir di pasar bisa kalah bersaing dengan perusahaan baru yang bergerak lebih gesit," jelas Rajiv di Jakarta, Rabu (9/10).

Dari riset yang dilakukan ditemukan beberapa poin penting yang menunjukkan adanya perubahan signifikan dalam perilaku konsumsi dari konsumen Indonesia. Pertama, bangkitnya ekonomi berbasis pengalaman. Konsumen tidak lagi merasa puas dengan sekedar produk saja tetapi telah menjadi pembeli cerdas yang mencari pengalaman melebihi produk dan jasa yang mereka gunakan.

Rajiv mengatakan, hal ini membuat konsumen mengalihkan pengeluaran dari kategori FMCG tradisional seperti makanan dan minuman ke berbagai kategori dan produk yang menyediakan aneka pengalaman seperti rekreasi dan liburan, gadget atau produk elektronik dan data seluler.

"Ini terbukti dari penurunan persentase pengeluaran di kategori makanan dan minuman sebesar 2 poin dari 33% menjadi 31% dalam 2 tahun terakhir ini. Konsumen di semua kelompok usia dan tingkat pendapatan menurunkan jumlah pengeluaran mereka dalam katagori FMCG, penurunan lebih menonjol terlihat diantara Gen Z." terang Rajiv.

Kedua, meningkatnya kebutuhan untuk rekreasi. Konsumen merasakan bahwa tingkat stress dalam kehidupan mereka sehari-hari semakin meningkat, dan sebagai dampaknya, muncul kebutuhan untuk melarikan diri dari kondisi stress yang dialami yaitu dengan adanya peningkatan konsumsi untuk kebutuhan rekreasi yang tercermin dalam perubahan pola belanja konsumen.

Angka pengeluaran konsumen di kategori rekreasi telah mengalami peningkatan sebesar 40% dalam 2 tahun terakhir. Peningkatan ini khususnya didorong oleh kelompok generasi Z. Dari 40% kenaikan di kategori rekreasi, untuk kebutuhan travelling baik dalam dan luar negeri menunjukan peningkatan 30% dalam 2 tahun terakhir ini.

Menurut Rajiv, potensi sektor wisata akan sangat menjanjikan karena jumlah konsumen yang merencanakan untuk melakukan perjalanan liburan diperkirakan akan meningkat 3 kali lipat dalam 2 tahun ke depan. Kebutuhan akan rekreasi juga berdampak pada pengeluaran konsumen untuk menyaksikan konser dan film yang meningkat sebesar 40% dalam 2 tahun terakhir.

Ketiga, kenaikan konsumsi produk elektronik dan data seluler. Kebangkitan ekonomi berbasis pengalaman juga telah mendorong pengeluaran untuk produk elektronik/gadget dan data. Konsumen berbagi pengalaman dan momen penting dalam hidup mereka di Instagram, Facebook dan media sosial lainnya. Pengeluaran telefon seluler naik sebesar 21% dalam 2 tahun terakhir, sedangkan untuk pengeluaran produk di kategori gadget dan elektronik telah meningkat sebesar 50% dalam 2 tahun terakhir.

Berkembangnya keinginan untuk mendapatkan pengalaman baru dan adanya kebutuhan untuk berbagi melalui sosial media telah memicu pertumbuhan penggunaan data internet. Rata-rata konsumen menghabiskan lebih dari 5 jam di media sosial. Pangsa pasar untuk kategori data seluler dan broadband naik hampir 2 kali lipat dalam 2 tahun terakhir.

Keempat, FMCG saat ini mengalami ancaman ganda. Di satu sisi, konsumen menurunkan jumlah konsumsi kategori FMCG atau berpindah ke merek FMCG lain yang lebih terjangkau (downgrading) karena adanya pergeseran dari perilaku konsumen ke ekonomi berbasis pengalaman serta adanya peningkatan dalam perencanaan pembelian produk elektronik dan perjalanan liburan/wisata.

Di sisi lainnya, perusahaan FMCG juga menghadapi tantangan dengan kemunculan berbagai merek lokal yang mengambil pangsa pasar dari merek-merek lama yang sudah mapan di pasaran. Riset ini menunjukkan bahwa konsumen bersedia untuk membeli merek baru ketika ada penawaran unik atau pengalaman berbeda yang saat ini tidak atau belum bisa diberikan oleh merek-merek terkemuka.

Kelima, bangkitnya kesadaran konsumen akan kesehatan dan kebugaran. Mereka meningkatkan pengeluarannya untuk melakukan spa, pijat dan refleksiologi sebesar 40% dalam 2 tahun terakhir ini. Hal ini didorong oleh kelompok/generasi milenial dan kelompok konsumen kelas atas, diantara kedua kelompok ini, kebutuhan untuk spa, pijat, dan refleksiologi sendiri meningkat hampir 2 kali lipat dalam dua tahun terakhir.

Ketika, pengeluaran untuk produk obat dan produk OTC mengalami penurunan lebih dari 10%, namun sebaliknya, pengeluaran justru meningkat lebih dari 80% untuk kategori kelas kebugaran, keanggotaan GYM dan fasilitas olahraga lainnya.

Keenam, munculnya pola konsumsi yang berbeda pada Gen Z (yaitu mereka yang lahir setelah 1996). Ketika saat ini perusahaan tradisional lebih memfokuskan diri pada generasi Millenials maka kedepannya, mereka harus menargetkan Gen Z sebagai focus utama untuk bisa mencapai pertumbuhan.

Konsumen Gen Z mengalami pertumbuhan yang pesat, baik dari sisi jumlah dan daya beli yang mereka miliki. Sayangnya, banyak perusahaan tradisional saat ini telah ditinggalkan oleh Gen Z karena pesan yang disampaikan sudah ketinggalan jaman dan penawaran yang diberikan tidak lagi relevan bagi Gen Z.

Rajiv menambahkan, riset yang dilakukan menunjukkan bahwa konsumen semakin cerdas dalam menentukan pilihan. Mereka menjadi semakin sadar akan kesehatan, dan mereka menginginkan pengalaman yang lebih dari merek dan produk yang mereka gunakan. "Sehingga, penting bagi perusahaan untuk beralih dari komunikasi satu arah menjadi komunikasi dua arah yang lebih menarik bagi konsumen."ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×