Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Handoyo .
"Kami sangat berharap korporasi kredit supaya dapat dicairkan sehingga tidak ada PHK, dapat membayar atau restruktur kredit komersial yang masih dibayarkan peritel sebesar 12-14 persen, serta dapat meneruskan operasional toko," ujar Roy.
Kredit korporasi sebagai rangkaian alokasi pemulihan ekonomi nasional (PEN), sangat diperlukan untuk membantu arus kas perusahaan karena masyarakat saat ini cenderung menahan belanja, dan sebagian besarnya karena terdampak daya beli. Jika tidak mendapat realisasi kredit korporasi, maka pengusaha terpaksa membayar kredit komersial dengan modal.
"Lama-lama modal yang seharusnya dipakai untuk ekspansi gerai, akhirnya tersedot operasional dan peritel akan tutup karena lebih besar pasak dari tiang, dampaknya PHK. Kedua, masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-sehari, dan ketiga penciptaan nilai konsumsi akan berkurang," kata Roy.
Baca Juga: Temui Ganjar, Rachmat Gobel bahas investasi IKM di Jawa Tengah
Selain itu, Aprindo juga mendukung langkah pemerintah dalam menggerakan sektor perekonomian dengan memberikan bantuan tunai. Roy menilai, bantuan tunai ini lebih bermanfaat untuk menghidupkan konsumsi rumah tangga, alih-alih bantuan sembako.
Dengan adanya bantuan tunai, masyarakat bisa berbelanja kebutuhan mereka sehingga menggerakan konsumsi yang berkontribusi pada PDB Indonesia.
Pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia sampai saat ini, masih ditopang oleh sektor konsumsi. Karena pada PDB semester I tahun lalu mencapai 58,6%. "Kita belum menjadi negara eksportir, seperti Singapura. Bantuan tunai kita dorong karena kita di sektor konsumsi, kontributor terbesar untuk meningkatkn pertumbuhan ekonomi," kata Roy.
"Bila pabrik beroperasi dari pukul 00.00-07.00 pagi mereka mendapatkan potongan hingga 30% dan ini sangat membantu karena mereka akan mengalokasikan produksi hingga jam tersebut dan ini akan memberikan dampak baik," ungkapnya.
Roy mengatakan, kredit korporasi cukup mempengaruhi biaya beban operasional, di mana kredit korporasi saat ini masih dengan bunga normal sekitar 12%-13%. Ia pun berharap adanya kredit korporasi dengan bunga di bawah 1,5%-2%.
Pihaknya juga akan melakukan apapun untuk menjaga pengusaha ritel tetap menjalankan bisnisnya. Dia menyebut, ritel harus tetap beroperasi karena telah memberikan kontribusi besar dalam perekonomian konsumsi rumah tangga.
"Kalau negara tidak hadir, tidak ada bantuan kredit korporasi, ya, ritel akan tumbang. Kalau ritel tumbang, risiko jauh lebih besar karena masyarakat bakal kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari serta menghambat sektor hulu,” ujar Roy.
Selanjutnya: Prospek emiten ritel seiring pemberlakuan kembali PSBB total
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News