Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertamina mempertimbangkan opsi penyaluran Pertalite lewat Pertamina Shop (Pertashop). Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, mengatatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) untuk membahas rencana tersebut.
“Namun demikian di dalam penjualan pertalite ini nantinya jika Pertashop memilih untuk menjual Pertalite, maka akan diberikan persyaratan pengawasan karena Pertalite adalah produk subsidi,” ujar Riva dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (26/9).
Pertimbangan ini untuk menindaklanjuti fenomena boncosnya sejumlah Pertashop di beberapa daerah. Selain mempertimbangkan penyaluran Pertalite lewat Pertashop, Pertamina juga menyiapkan 2 jurus lainnya: menawarkan Pertashop untuk menjalankan bisnis sampingan sebagai terminal LPG serta menjadi agen penjual pelumas produk PT Pertamina Lubricants (PTPL).
Baca Juga: Kadar Oktan Pertalite Akan Dinaikkan, Harga Tetap Rp 10.000 Per Liter
“Dari upaya-upaya tersebut kami berharap Pertashop bisa mendapatkan tambahan bisnis untuk bisa memutar atau melanjutkan usahanya,” terang Riva.
Sebelumnya, sejumlah anggota Komisi VI DPR RI menyinggung fenomena tumbangnya sejumlah Pertashop di dalam RDP (26/9). Itulah sebabnya, bahasan wacana penyaluran Pertalite lewat Pertashop untuk membantu keekonomian mitra menyeruak.
Usulan ini misalnya disampaikan oleh Anggota Komisi VI, I Nyoman Parta. “Di daerah kami lumayan tumbuh Pertashop, dan cuma satu-satu sudah tumbang. Ada 2 penyebabnya, salah satunya karena hanya menjual Pertamax,” ujar Nyoman dalam RDP.
Perhatian serupa juga disampaikan oleh Anggota Komisi VI, Jon Erizal. “Pertashop sebagian udah banyak yang tutup,” tuturnya.
“Mereka enggak dikasih kesempatan menjual Pertalite. kok justru yang SPBU besar yang bisa mengalokasikan itu, yang di dusun enggak. Harusnya yang kecil ini biar mereka tumbuh,” imbuhnya lagi.
Dihubungi terpisah, Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menilai bahwa opsi penyaluran Pertalite lewat Pertashop layak untuk dipertimbangkan oleh pemerintah. Sebab, dengan tingkat harga Pertamax yang ada saat ini, minat masyarakat untuk menggunakan pertalite tetap tinggi, bahkan diduga meningkat.
“Sementara itu, untuk daerah remote yg jauh dari SPBU, akses terhadap pertalite sangat terbatas,” tuturnya saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (26/9).
Kendati demikian, ia mewanti-wanti agar opsi ini tidak sampai mengganggu kuota Pertalite tahunan yang dianggarkan dalam APBN.
“Namun kuota Pertalite tahunan maupun regional (harus) tetap terjaga, sesuai batas APBN penugasan,” imbuhnya.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, berpandangan bahwa desain kebijakan penyaluran bahan bakar minyak (BBM) lewat Pertashop tidak klik dengan profil pasar yang dituju. Sebab, Pertashop yang persebarannya di daerah justru diarahkan untuk menjual Pertamax, sementara Pertalite hanya dijual oleh SPBU-SPBU besar yang umunya berlokasi di perkotaan.
Baca Juga: Kuota Dikhawatirkan Jebol, Pemerintah Perketat Penjualan Solar Subsidi dan Pertalite
Padahal, daya beli masyarkat di pedesaan cenderung lebih rendah dibanding di perkotaan.
“Jadi artinya kan ada sesuatu yang enggak pas. Yang daya belinya tinggi enggak diperbolehkan mengakses Pertalite,, sementara yang di daerah-daerah yang daya belinya secara relatif lebih rendah justru harus dimandatori menggunakan pertamax,” kata Komaidi kepada Kontan.co.id (26/9).
Kendati demikian, ia menilai bahwa pemerintah perlu mengkaji opsi ini agar dapat diimplementasikan secara matang apabila jadi direalisasi.
“Misalnya juga rencana kan ada penghapusan Pertalite, dan juga aakan didorong untuk menggunakan Pertamax Green 92 meskipun masih dalam kajian. Kalau seandainya jadi didorong ke sana tentu apakah masih cukup relevan mengubah kebijakan di Pertashopnya?” kata Komaidi.
Sedikit informasi, saat ini total persebaran Pertashop berjumlah 6.502 titik. Kontan.co.id belum beroleh data berapa persisnya jumlah Pertashop yang mengalami kerugian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News