kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.444.000   1.000   0,07%
  • USD/IDR 15.340   65,00   0,42%
  • IDX 7.832   19,65   0,25%
  • KOMPAS100 1.193   8,54   0,72%
  • LQ45 967   7,57   0,79%
  • ISSI 228   1,17   0,52%
  • IDX30 493   4,42   0,90%
  • IDXHIDIV20 594   3,60   0,61%
  • IDX80 136   1,13   0,84%
  • IDXV30 139   0,76   0,55%
  • IDXQ30 165   1,38   0,84%

Perusahaan Logistik Dijadikan Kambing Hitam Lolosnya Barang Impor Ilegal


Jumat, 16 Agustus 2024 / 18:10 WIB
Perusahaan Logistik Dijadikan Kambing Hitam Lolosnya Barang Impor Ilegal
ILUSTRASI. Ilustrasi proses pengangkutan barang dalam bisnis logistik


Reporter: Fahriyadi | Editor: Fahriyadi .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Kementerian Perdagangan (Kemendag) diminta tidak langsung menuduh perusahaan logistik dalam menyelesaikan kasus maraknya peredaran barang impor ilegal di Tanah Air. Sebagaimana diketahui, Satuan Tugas (Satgas) Impor Ilegal yang dibentuk oleh Kemendag mengaku tengah mendalami peran perusahaan logistik dalam kasus impor barang ilegal milik warga negara asing (WNA) yang ditemukan di kawasan Kapuk Kamal Raya, Penjaringan, Jakarta Utara pada Jumat (26/7) lalu.

Ketua Umum ALI (Asosiasi Logistik Indonesia), Mahendra Rianto mempertanyakan tuduhan Kemendag tersebut. Karena selama ini, perusahaan logistik hanya perpanjangan tangan dari penerima barang.

Ia menegaskan bila barang yang masuk ke Indonesia sudah tiba di darat atau saat lolos dari bea cukai, maka status barang tersebut sudah tidak bisa lagi disebut ilegal.

“Sekarang kita ambil kasus yang kemarin terjadi, kasus itu kita mesti cek barang yang ada di gudang siapapun di negeri ini ketika dia tidak terlibat dalam pengurusan pelabuhan kepabeanannya maka dia tidak bisa dibilang ilegal karena kita tak tahu barang ini dari mana. Yang mengetahui adalah yang melalui kepabeanan. Siapa yang mengurus? Perusahaan yang ditunjuk. Kalau tidak terlibat dalam rangkaian itu dan barang ada di gudang, perusahaan tidak bisa dipersalahkan secara langsung,” ungkap Mahendra dalam keterangannya seperti dikutip Jumat (16/8).

Sebagaimana diketahui, pada Jumat (26/7) lalu Menteri Perdagangan bersama dengan Satgas barang impor ilegal mengadakan sidak ke kawasan Kapuk Kamal Raya, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara untuk mengawasi keberadaan barang impor ilegal. Di lokasi, tim satgas menemukan gudang yang dipenuhi oleh barang impor ilegal seperti smartphone, komputer, tablet, pakaian jadi, mainan anak, sepatu, sandal dan barang elektronik lainnya.

Terkait hal ini, Mahendra kembali mengingatkan bila pemerintah tidak bisa menyalahkan pengelola gudang sebelum melakukan investigasi secara menyeluruh.

“Kalau hanya sebagai pengelola gudang ya nggak bisa dipersalahkan. Tapi kalau sebagai forwarder, dan ada izin forwarder dan melakukan custom clearance istilahnya ya terhadap barang tersebut dan ternyata barang tersebut termasuk sebagai barang yang diatur tata niaganya dan melakukan pembenaran maka salah dia. Gampang sekali dicek,” ungkapnya.

Bila ada perusahaan logistik yang dinyatakan bersalah, lanjutnya, pemerintah juga bisa langsung mencabut izin perusahaan mereka. Jadi, ia meminta agar Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan melihat persoalan impor barang ilegal ini secara luas dan menyeluruh.

Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menilai tidak perlu menuduh perusahan logistic terkait temuan barang impor illegal ini. “Silahkan saja dibuktikan melalui pembuktian satgas mafia impor. Jadi jangan sekedar menuduh, jadikan praduga tak bersalah sebagai basis,” ujarnya.

Menurut Herman, menuduh perusahaan logistik sebagai pelaku peredaran barang impor hanya akan merusak sistem perekonomian nasional.

Sikap Satgas yang tidak memeriksa para importir dan perbatasan yang dikelola oleh Bea Cukai sejak awal juga mengundang tanya Herman. Karena, menurutnya, satu-satunya ujung tombak masuknya barang impor ilegal ke Indonesia berada di perbatasan.

“Semua seharusnya ada di border (persoalannya). Harus ada pemeriksaan terhadap para importer. Saran ke Kemendag adalah tidak perlu ada tuduhan, silahkan kalau indikasi buktikan dan beri sanksi kalau ada bukti,” tambah Herman lagi.

Hal senada juga diungkapkan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha (LKPU) dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Ditha Wiradiputra.

Ia meminta pemerintah untuk tidak mengkambinghitamkan perusahaan logistik saat tidak berhasil memberantas peredaran barang impor ilegal di Tanah Air. “Dasar pembuktian yang jelas, ini bisa dikatakan mau cari kambing hitam atas ketidakberhasilan pemerintah,” ungkapnya.

Bila memang ingin menyelesaikan persoalan barang impor ilegal yang masuk ke pasar Indonesia, lanjutnya, seharusnya pemerintah mengambil tindakan yang jelas dan tegas. Misalnya, bila perusahaan logistik dianggap mencurigakan, maka aparat seharusnya menyasar pintu masuk barang-barang ilegal ini yang umumnya dimulai dari pelabuhan atau penerbangan.

“Kalau logistik kenapa nggak tunjuk pelabuhan? Kan dari sana. Kenapa nggak ke industri penerbangan? Kan kargo-kargo itu masuk dari sana semua,” tambahnya.

Ia juga menganggap pernyataan Menteri Zulkifli blunder tanpa memahami persoalan tentang sistem dalam ekspor impor. Pasalnya, perusahaan logistik manapun di Indonesia hanya akan menjalankan fungsinya bila barang dinyatakan lolos dari pintu pelabuhan dan bandara manapun. Bila ingin menghentikan barang ilegal masuk ke Jakarta, maka Menteri Zulkifli ia imbau untuk memeriksa bea cukai yang memperbolehkan barang tersebut lolos.

“Mereka (perusahaan logistik) kan cuma mengantarkan, yang masalah kenapa bisa lewat? Kalau di bandara mereka bisa bongkar ya nggak mungkin bisa lolos,” ujarnya.

Keberadaan Satgas impor ini menurut Dhita juga hanya ‘kosmetik’ belaka untuk mengucurkan uang negara bagi sebagian orang. Profesionalisme Satgas impor yang saat ini bekerja dipertanyakan oleh Dhita bila hanya menuduh tanpa menyelesaikan persoalan yang sebenarnya tentang dibalik maraknya barang impor ilegal di Jakarta.

Peneliti dan Youtuber Criminal Law Department dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Fatahillah Akbar mengatakan dalam kasus di atas, perusahaan logistik adalah korban. Karena Undang-Undang nomor 10 Tahun 1995 jo. Undang-Undang nomor 17 tahun 2006 Tentang Kepabeanan menyebutkan bila setiap aktivitas impor harus tunduk pada aturan kepabeanan.

Selain itu, bila perusahaan logistik hanya bertindak sebagai perusahaan 4PL (Fourth Party Logistics / logistik pihak keempat) atau yang sering dikenal sebagai akselerator bisnis logistik digital, maka perusahaan tersebut dapat dikatakan tidak memiliki kesalahan jika telah melakukan prosedur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Jika perusahaan pengimpor barang melakukan pemalsuan dokumen atau pencatatan palsu, maka perusahaan tersebut seharusnya tidak dapat bertanggungjawab,” jelas Akbar.

Ia mengingatkan Satgas impor bahwa jika perusahaan logistik sudah melakukan impor sesuai prosedur, namun perusahaan pengimpor ternyata tidak mengikuti prosedur, maka perusahaan logistik memenuhi error facti atau kesesatan fakta.

“Dalam hukum pidana dikenal, Afwezigheid van alle schuld (Avas) atau tidak ada kesalahan sama sekali merupakan alasan penghapus pidana yang mana pelaku telah cukup berusaha untuk tidak melakukan delik. Sehingga perusahaan logistik sebagai pengirim saja tidak dapat bertanggung jawab jika ditemukan penyelundupan. Pihak pengirim dan penerima juga harus dapat bertanggungjawab,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×