Reporter: Umar Idris, Anastasia Lilin Y, Andri Indradie, Roy Franedya, Tri Sulistiowati | Editor: Imanuel Alexander
Jakarta. Jika Anda pengguna media sosial Twitter, jangan langsung percaya ketika Anda menyaksikan pemilik akun Twitter saling berbalas pesan bernada emosional. Pesan yang dikenal dengan istilah tweet war ini belum tentu benar-benar sebuah perang kata-kata. Di balik itu, tweet war bisa saja menjadi bagian dari strategi sebuah perusahaan penyedia konten iklan untuk berpromosi.
Sekadar informasi, pesan-pesan yang beredar di media sosial tidak selalu muncul begitu saja secara alami. Ada tangan tak tampak di belakang sebagian pesan-pesan itu.
Selain tweet war, Anda juga tidak akan mengira ketika beberapa akun di Twitter saling bertanya tentang sebuah produk atau kegiatan, itu adalah kegiatan promosi. Contohnya, sebuah akun di Twitter mengirim pesan di pagi hari begini: agi males sarapan nasi. Cocoknya makan apa ya untuk mengganti sarapan? Lalu ada sebuah akun menyambar dan menyarankan makan makanan berbahan kedelai. Nah, akunakun yang terlibat dalam percakapan promosi rekayasa ini disebut buzzer.
Dalam tanya jawab, para buzzer ini bisa saja menyebut merek atau tidak sama sekali. “Salah satu strategi manajemen konten lewat sosial media, tweet war dan tanya jawab,” kata Ahmad Suwandi, Managing Partner Content is The King.
Perusahaan seperti Content is The King, kian banyak beroperasi. Mereka getol menggarap segmen bisnis ini. Tidak jelas benar berapa banyak perusahaan yang menyediakan jasa pengelolaan buzzer. Meskipun begitu, bisnis mereka tampak semakin moncer.
Tahun 2012 lalu, Content is The King hanya meraih omzet sekitar Rp 500 juta, namun pada tahun ini naik tiga kali menjadi Rp 1,5 miliar. Dengan omzet Rp 1,5 miliar hingga kuartal III-2013, Content is The King melibatkan hingga 50 orang buzzer di media sosial Twitter maupun Facebook. “Tahun lalu kami menangani 15 brand dari 6 perusahaan. Tahun ini 25 brand dari 9 perusahaan,” tutur Suwandi tersenyum lebar.
Begitu pula dengan AdPlus, perusahaan konsultan trategi pemasaran digital. Bersama dua anak perusahaannya, selama tahun ini AdPlus melakukan kampanye sebanyak 50 produk dalam sebulan. “Jumlah ini naik dua kali lipat dibanding ratarata per bulan pada tahun lalu,” tutur Pandu Wirawan, Chief Executive Offi cer Brightstars, sebuah perusahaan yang terafiliasi dengan AdPlus.
Perusahaan yang memakai jasa agensi semacam Content is The King dan AdPlus beragam. Di AdPlus, perusahaan yang memakai jasanya berasal dari perusahaan travel dan pariwisata, fashion, kesehatan. Maklum AdPlus fokus dengan segmen perempuan. Sedangkan Content is The King banyak menerima order dari perusahaan otomotif, fashion, dan makanan ringan.
Pengamat sosial media Nukman Luthfie mengatakan, pada dasarnya semua produk dan kegiatan dapat dipromosikan oleh buzzer lewat media sosial. Namun faktanya, belanja iklan di media sosial saat ini berasal dari perusahaan telekomunikasi dan barang konsumsi. Dua jenis industri ini sering beriklan memakai buzzer di Twitter atau Facebook.
Tahun depan, perusahaan telekomunikasi diperkirakan masih akan menggelontorkan banyak uangnya untuk berpromosi melalui media sosial. Lihat saja penuturan Pandu. “Sebelumnya mereka hanya menganggarkan 5% untuk iklan digital, kini sebesar 10%. Tahun depan kami optimistis bisa lebih besar lagi,” tutur Pandu.
Salah satu perusahaan telekomunikasi yang berterus terang memakai jasa buzzer di media sosial ialah PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel). “Buzzer kami gunakan untuk membantu, selain melalui akun resmi perusahaan dan bintang iklan perusahaan,” tutur Adita Irawati, Kepala Komunikasi Grup Korporat Telkomsel.
Telkomsel tetap memakai buzzer di media sosial karena para buzzer memiliki jumlah pengikut (follower) yang banyak. Selain itu, hubungan follower tersebut bersifat dan personal sehingga pesan dari buzzer akan efektif menyampaikan pesan.
Penggunaan buzzer di Telkomsel untuk membantu menginformasi seputar acara yang sedang digelar oleh perusahaan. Contohnya, acara Walk With Simpati yang digelar beberapa bulan lalu. Selain itu, untuk mengenalkan produk baru. “Tidak bisa semua acara kami sejalan dengan karakter si brand ambassador dan pengikutnya, kami tetap meminta bantuan buzzer” kata Adita.
Perusahaan telekomunikasi lain yang memakai jasa buzzer ialah XL Axiata. Operator seluler milik perusahaan Malaysia ini memakai buzzer untuk mengedukasi pelanggan seputar layanan dan konten XL. “Cara ini cukup efektif karena buzzer memiliki kedekatan dengan para pengikutnya,” terang General Manager Marketing Communication XL Edward Kilian Suwignyo.
Selain itu, penggunaan bahasa yang mudah dipahami, membuat para follower mudah mengerti dan menghilangkan kesan berjualan langsung alias hardselling. Memang, bagi perusahaan agensi, hard selling cenderung mereka hindari. “Kalau sudah menyebut merek atau menampilkan merek, tidak ada bedanya dengan iklan adlips yang dibacakan penyiar dan presenter,” kata Suwandi.
Nah, berhubung buzzer menjadi andalan, mereka cukup selektif dalam memilih buzzer. Telkomsel memastikan buzzer yang dipilih mempunyai follower yang sama dengan target pasar mereka, selain itu reputasi buzzer juga harus jelas.
Sebelum menentukan buzzer, XL selalu melakukan survei kepada beberapa buzzer atas bantuan konsultan. Biasanya, XL menggunakan jasa buzzer kurang selama lebih enam bulan atau satu program acara. “Kami lihat dulu seberapa dekat mereka dengan follower, jumlah follower dan luas circle yang dimiliki,” jelas Edward.
Untuk kampanye atau program acara tertentu, biasanya perusahaan akan menggunakan jasa konsultan untuk membantu memilih buzzer. Sayangnya Edward masih enggan menjelaskan besar anggaran menggunakan jasa buzzer tersebut.
Sekadar informasi, XL mulai menggunakan buzzer sejak 2 tahun lalu. Salah satu buzzer yang sering digunakan oleh perusahaan adalah buzzer yang berhubungan dengan sistem android ataupun komunitas gadget. Salah satu contoh program yang menggunakan buzzer adalah Paket SERBU ( paket XL untuk SMS dan internet).
Selain perusahaan telekomunikasi, perbankan juga aktif memakai Twitter. Salah satu bank yang menggunakan Twitter dan buzzer dalam berpromosi dan kampanye adalah Bank Negara Indonesia (BNI). Bank berlogo 46 ini mulai menggunakan jasa akun Twitter buzzer sejak awal 2012. BNI memakain Twitter dan buzzer untuk mempromosikan acara, kuis atau mau mendekatkan BNI kepada masyarakat.
Hanya saja, BNI tidak mau memakai buzzer personal. BNI lebih suka memakai akun portalnews, akun seputar diskon, info remaja, dan kata-kata bijak. “Kami belum pernah menggunakan akun Twitter personal karena kami anggap tidak efektif. Follower akun personal biasanya hanya ingin ngobrol atau mengetahui kegiatan pemilik akun,” ujar AVP Online dan Mobile Media BNI Dadang Purwoganda.
Mengukur pengaruh
Nah, agar bisa menjadi akun buzzer, BNI hanya mempersyaratkan akun non-personal itu memiliki banyak follower dengan latar belakang yang majemuk. Biasanya BNI berani membayar pemilik akun tersebut sebesar Rp 1 juta hingga Rp 4 juta untuk satu kali tweet. Biasanya promosi yang efektif melalui Twitter adalah tiga kali kicauan dalam sehari.
Dadang menambahkan, promosi melalui akun Twitter harus didukung waktu yang cocok. BNI pernah melakukan promosi tiket konser lewat akun buzzer non personal, tetapi tidak ada peningkatan pembelian tiket. Tak ada yang merespon tweet tersebut. Setelah diselidiki ternyata waktu tersebut merupakan waktu liburan sekolah. Rupanya ada waktu tertentu yang dianggap efektif berpromosi di media sosial.
Menurut Ahmad Suwandi, setiap hari ada tiga waktu yang dianggap sebagai prime time. Di situlah biasanya para buzzer mulai bergentayangan di media sosial. Di pagi hari, mulai pukul 05.30 hingga 09.30. Siang hari, pada jam istirahat, mulai 11.30 sampai 13.30. Sedangkan sore mulai 16.30 sampai 19.30.
BNI menilai promosi atau kampanye menggunakan akun Twitter cukup efektif. Indikasinya adalah “Ada peningkatan penjualan produk atau jumlah orang yang datang ke event yang diselenggarakan, jumlah yang me-retwitt dan memberikan komentar,” jelas Dadang.
Selain BNI, Bank Mandiri juga menggunakan akun Twitter. Bank beraset terbesar ini menggunakan jasa buzzer sejak 2012 pada event-event Bank Mandiri. Corporate Secretary Bank Mandiri Nixon L.P. Napitupulu mengatakan, Mandiri memilih cara ini karena generasi muda sekarang lebih intens berkomunikasi melalui media sosial. “Format buzzer dalam percakapan di media sosial dapat mempengaruhi jalannya percakapan,” ujar Nixon.
Pengamat media sosial Wicaksono yang lebih populer dikenal lewat akun twitternya @ndorokakung menyarankan perusahaan untuk melihat karakter pemilik akun sebelum menjadikannya sebagai buzzer. “Jangan sampai mau promosi mobil sedan ke akun yang follower-nya alay, kan, tidak nyambung,” tutur Wicaksono.
Untuk mengukur efektifitas tweet seorang buzzer, bisa dilihat dari pengaruh akun dia kepada para follower-nya. Ini bisa dilihat dari aplikasi bernama Klout (www.klout.com), aplikasi ini bermanfaat untuk mengukur pengaruh sebuah akun di media sosial seperti Twitter dan Facebook. Pengaruh yang besar akan ditunjukkan jika skornya semakin besar dengan rentang skor mulai 0 hingga 100. “Skor pengaruh ini juga kami gunakan untuk menetapkan fee bagi para buzzer,” tutur Suwandi.
Meskipun ada ukuran yang terukur, perusahaan memiliki cara lain untuk mengukur pengaruh sebuah akun media sosial. Buat XL, perusahaan akan menilai apakah ada peningkatan posisi brand di mata konsumen. Setelah menggunakan buzzer, apakah konsumen menjadi semakin sering membicarakan produk mereka atau tidak. Cara ini juga diamini oleh Telkomsel. “Tingkat suksesnya buzzer adalah produk dan kampanye kami banyak dibicarakan orang,” kata Adita.
Pemakai jasa buzzer di media sosial pasti tak mau rugi dengan menggelontorkan dana jutaan rupiah per tweet, jika tidak ada hasil yang berarti.
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 6 - XVIII, 2013 Laporan Utama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News