Reporter: Handoyo | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Petambak garam mendesak Kementerian Perdagangan (Kemdag) untuk segera melakukan revisi aturan soal tata niaga impor garam. Beleid yang dimaksud adalah Peraturan Menteri perdagangan (Permendag) Nomor 125 tahun 2015 tentang ketentuan impor garam.
Ketua Asosiasi Petani garam Republik Indonesia (APGRI) Jakfar Sodikin mengatakan, secara umum ketentuan impor garam yang ada saat ini sudah tepat. Impor garam kebutuhan industri harus mendapat persetujuan dari Kementerian Perindustrian.
Sementara impor untuk kebutuhan konsumsi, harus mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. "Pangkal persoalan impor garam berasal dari Permendag Nomor 125 tahun 2015," kata Jakfar, Senin (12/6).
Beberapa poin dalam Permendag Nomor 125 tahun 2015 yang perlu mendapat perhatian dan harus segera revisi adalah terkait spesifikasi garam yang diizinkan. Bila mengacu Permendag, maka garam yang diperbolehkan diimpor untuk garam industri adalah dengan kandungan Natrium Klorida (NaCl) paling sedikit 97%.
Sementara untuk garam konsumsi, impor garam hanya boleh dengan kandungan NaCl paling sedikit 94,7% dan paling tinggi 97%. Menurut Jakfar, dengan pembagian tersebut maka sulit sekali untuk melakukan impor. Apalagi pos tarif atau harmonized system codes (HS Code) kedua jenis garam itu sama yakni 2501.00.90.10.
Selain itu selama ini, impor garam yang berasal dari Australia memiliki kadar NaCl minimal 97%. Sehingga sulit bagi perusahaan importir mendapatkan garam dengan spesifikasi di bawah itu. Persyaratan ketat impor garam konsumsi bisa diabaikan dengan syarat tertentu. Yakni adanya pernyataan gagal panen oleh Kementerian KKP. "Namun tidak ada penyataan KKP yang mengatakan bila telah terjadi gagal panen garam," kata Jakfar.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengakui salah satu poin yang menjadi perhatian terkait garam adalah perbedaan perizinan yang diberikan untuk kebutuhan industri dan konsumsi. "Jenis garam itu ada garam untuk konsumsi dengan kadar NaCl lebih rendah, ada juga yang lebih tinggi. Kita mau bertanya kepada ahlinya, apakah harus seperti itu," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News