Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah kembali membuka keran impor garam industri dengan kebijakan relaksasi hingga tahun 2027.
Kebijakan ini dipandang wajar oleh petani garam, selama impor benar-benar sesuai kebutuhan industri.
Namun, di sisi lain, mereka menilai pemerintah tidak menunjukkan progres nyata dalam program swasembada garam.
Ketua Umum Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI), Jakfar Sodikin, mengatakan produksi garam nasional tahun ini diperkirakan turun drastis karena kondisi cuaca yang tidak mendukung.
Baca Juga: Isu PHK Massal Gudang Garam, Harga Saham GGRM Melambung, Pilih Jual / Beli?
“Kemungkinan kemarau pendek dan banyak hujan. Kalau produksi bisa mencapai 50% dari tahun 2024, itu sudah bagus. Tahun lalu produksi sekitar 2,1 juta ton,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (9/9/2025).
Dengan kondisi itu, relaksasi impor memang diperlukan untuk menjamin pasokan industri. Namun Jakfar menekankan impor harus sesuai peruntukan.
“Misalnya dari produsen makanan dan minuman (GAPMMI) hanya butuh 340 ribu ton, ya cukup itu saja yang diimpor. Jangan ditambah-tambah dengan alasan mengada-ada seperti penunjukan atau penugasan negara,” tegasnya.
Meski mengakui kebutuhan impor, Jakfar menyoroti ketidakseriusan pemerintah dalam membangun fondasi swasembada garam.
Menurutnya, hingga kini tidak ada progres pembangunan tambak baru sebagaimana yang dijanjikan.
“Sampai saat ini pemerintah tidak ada progres atau tidak ada pembangunan lahan tambak baru, seperti di Rote Ndao itu masih sebatas omon-omon dan perencanaan, belum ada realisasi sampai bulan ini, padahal tahun 2025 ini tinggal 3 bulan lagi. Bagaimana cara menggarap lahan seluas 1000 Ha dalam waktu 3 bulan?” kritiknya.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Komunikasi Publik, Doni Ismanto Darwin, menyampaikan pemerintah tengah menyiapkan Kawasan Sentra Industri Garam Nasional di Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT), dengan potensi lahan 13.000 hektare dan target produksi 200 ton per hektare. Jika digarap penuh, produksi bisa mencapai 2,6 juta ton per tahun.
Namun Jakfar menegaskan, alih-alih janji besar yang tak kunjung nyata, petani garam justru membutuhkan perhatian pada hal-hal yang mendasar.
“Kami hanya butuh kebijakan harga yang layak dan stabil, serta jaminan penyerapan hasil produksi dengan harga yang pantas, misalnya lewat Bulog garam,” tandasnya.
Baca Juga: KSPI Minta Pemerintah Turun Tangan Soal Isu PHK Massal di Gudang Garam
Selanjutnya: SiteMinder: Tarif Kamar Hotel di Lombok dan Bali Meningkat Jelang MotoGP Indonesia
Menarik Dibaca: SiteMinder: Tarif Kamar Hotel di Lombok dan Bali Meningkat Jelang MotoGP Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News