Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Pingpong tarif interkoneksi masih berlanjut. PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) memiliki sisa tenggat waktu hingga besok (28/9), untuk kembali menyerahkan dokumen penawaran interkoneksi (DPI) yang baru ke Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).
Penawaran Telkomsel baru adalah dokumen yang semula dikembalikan BRTI. BRTI menilai, penghitungan call data rate (CDR) dan utilisasi Telkomsel belum sesuai aturan yang berlaku.
Sejak BRTI menampik dokumen pertama, Telkomsel punya waktu 10 hari mulai 18 September lalu, untuk kembali menyusun dokumen. Anak perusahaan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) itu lantas menghitung kembali biaya interkoneksi.
Telkomsel menilai, tarif interkoneksi tak bisa dipukul rata. "Setiap operator mempunyai kapasitas membangun (infrastruktur) yang berbeda-beda," terang Denny Abidin, General Manager External Corporate Communication PT Telekomunikasi Selular kepada KONTAN, Senin (26/9). Sudah begitu, utilisasi tidak bisa terisi 100%, mengingat Telkomsel juga membangun hingga ke daerah yang penduduknya amat sedikit.
Berangkat dari pengalaman, Telkomsel bahkan mengucurkan biaya investasi yang berbeda ke setiap wilayah. Jelas, biaya membangun 1.000 menara di kota berbeda dengan biaya untuk membangun 1.000 menara di daerah perbatasan negara dan daerah terpencil.
Ini berbeda dengan operator lain, yang hanya membangun jaringan di kota-kota besar yang banyak penduduknya. Jadi, Telkomsel menganggap wajar jika tarif interkoneksi tak seragam.
Hingga kini Telkomsel belum mau buka-bukaan soal besar tarif interkoneksi yang disodorkan ke BRTI. Yang pasti, penetapan tarif interkoneksi bisa mempengaruhi bisnis Telkomsel ke depan.
Asal tahu menurut laporan keuangan Telkom per 30 Juni 2016, pendapatan interkonekso tercatat Rp 1,88 triliun. Perinciannya, interkoneksi domestik Rp 940 miliar dan interkoneksi internasional Rp 939 miliar.
Acuan permen
Setali tiga uang, BRTI juga bungkam mengenai isi evaluasi atas penawaran tarif perdana Telkomsel yang dikembalikan. Dus, tak ketahuan arah negosiasi tarif interkoneksi BRTI dengan Telkomsel.
Taufik Hasan, anggota BRTI Bidang Kebijakan Publik menyatakan, penghitungan tarif memperhitungkan sejumlah parameter. BRTI lantas membandingkan sejumlah parameter tersebut dari masing-masing operator. "Dengan model yang sama dan data yang sama, kalau parameter tetap, ya tidak ada yang akan berubah," katanya.
Sementara pemerintah tetap bertahan pada payung hukum yang berlaku. Noor Iza Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bilang, acuan pemerintah adalah Permen Kominfo 8/2006 tentang interkoneksi. Kominfo menolak jika pembahasan tarif interkoneksi alot. "Pembahasan tidak alot, pembahasan berjalan lancar dan mengikuti time frame," ujar Noor.
Pemerintah sempat berencana menurunkan tarif interkoneksi turun 26%, tapi ditunda. Namun, perlu diingat, kalau tarif interkoneksi turun, tidak serta merta menurunkan tarif percakapan, Biaya interkoneksi ini cuma 15% dari total biaya. Kalaupun turun, tarif percakapan cuma melorot 3,9%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News