Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masalah sampah plastik terus menjadi polemik. Meski demikian, penggunaan limbah plastik sebagai bahan campuran aspal bisa menjadi jawaban, bahkan jauh lebih efektif ketimbang memberlakukan cukai plastik dalam waktu dekat yang justru berpotensi melemahkan industri plastik nasional.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) pada seminar nasional bertajuk "Inovasi Teknologi Polimer dan Energi" pekan lalu menyampaikan, pihaknya berhasil mengolah sampah plastik menjadi bahan campuran aspal, yang dapat membuat aspal jadi lebih awet.
"Plastik tidak mengurangi kualitas aspal, justru membuat aspal jadi lebih awet," ujar peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Jalan dan Jembatan Kementerian PUPR, Edwin Nirwan dalam keterangan resmi, Minggu (8/4).
Penggunaan aspal campuran limbah plastik telah diuji coba pada beberapa ruas jalan nasional di Jakarta, Makassar, Bekasi, Denpasar dan Tol Tangerang-Merak. Berdasarkan hasil uji laboratorium oleh Balitbang Kementerian PUPR pada 2017, campuran aspal panas dengan tambahan limbah plastik lebih tahan terhadap deformasi dan retak dibandingkan dengan campuran aspal panas biasa.
Saat dihampar sebagai aspal panas, ketika diukur suhunya yaitu 150-180 derajat celcius. Artinya plastik tidak terdegradasi dan masih jauh dari batas degradasi sampah yaitu 250-280 derajat Celcius atau suhu dimana plastik mengeluarkan racun.
Pada 2019, jumlah sampah plastik di Indonesia diperkirakan mencapai 9,52 juta ton atau 14 persen dari total sampah yang ada. Dengan estimasi plastik yang digunakan 2,5 ton-5 ton per kilometer (km) jalan, maka limbah plastik dapat menyumbang kebutuhan jalan sepanjang 190 ribu km. Jadi bisa dibayangkan apabila hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan di Indonesia yang memiliki jalan ribuan kilometer
Pada periode 2015-2019, pemerintah akan membangun 2.600 km jalan nasional, 1.000 km jalan tol dan pemeliharaan jalan di semua wilayah, dengan kebutuhan aspal mencapai 1,5 juta ton per tahun. Pemanfaatan limbah plastik untuk aspal ini diharapkan dapat menjadi solusi yang tepat terhadap permasalahan sampah di Indonesia.
"Pada Forum Pertemuan Tahunan World Bank dan IMF tahun 2018 mendatang kita akan tunjukan pada perwakilan negara yang hadir terkait dengan solusi masalah limbah plastik ini," jelas Edwin.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyambut positif inovasi tersebut. Malah, penggunaan limbah plastik justru lebih efektif ketimbang pengenaan cukai plastik yang justru berpotensi meningkatkan biaya yang ditanggung pelaku usaha setelah sebelumnya pemerintah menaikkan tarif listrik dan gas untuk industri. Hal itu tentunya akan memperlemah daya saing produk nasional ditengah perlambatan ekonomi dan perang dagang global.
"Itu merupakan solusi yang tepat," kata Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Industri Hulu dan Petrokimia Kadin Indonesia Achmad Widjaja.
Bahkan, bukan hanya untuk aspal. Plastik bekas pakai bisa menjadi bahan campuran berbagai produk lainnya, mulai dari bahan campuran aspal, material konstruksi, seperti paving, bata untuk dinding, atap, dan lain sebagainya.
Menurut Achmad, dari pada menerapkan kebijakan cukai untuk membatasi konsumsi plastik, lebih baik ?pemerintah mencari cara untuk mengubah persepsi plastik sebagai sampah, menjadi komoditas yang menguntungkan dan bisa bermanfaat langsung ke masyarakat. Salah satunya seperti menjadi bahan campuran aspal.
Apalagi, saat ini sudah ada sejumlah pelaku usaha daur ulang plastik, yang dapat mengolah sampah plastik menjadi berbagai produk yang bernilai jual tinggi. Tentunya hal itu membutuhkan campur tangan pemerintah, agar masyarakat dapat memilah sampah plastik, serta mengenakan sanksi berat kepada pelaku yang membuang sampah sembarangan.
"Seharusnya pemerintah edukasi ke masyarakat, kenapa tidak disuruh daur ulang. Itu akan menjadi industri. Kalau dengan cara mengenakan tarif cukai ke plastik, itu hambatan bagi banyak industri. Kami tidak menginginkan itu,” tutur Achmad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News