Reporter: Merlinda Riska | Editor: Markus Sumartomjon
JAKARTA. Kenaikan pajak penghasilan (PPh) impor dari 2,5% menjadi 7,5% yang mulai berlaku per 9 Desember 2013 lalu langsung menekan arus kas distributor ponsel domestik. Pasalnya, perusahaan ini harus membayar pajak lebih tinggi di awal tahun nanti.
Juliana Samudra, Direktur Keuangan PT Trikomsel Oke Tbk menyatakan, skema kredit yang diterapkan pemerintah ini membuat pihaknya harus menanggung pajak yang besar di awal tahun. "Cashflow agak sedikit terganggu, pajak di awal jadi lebih tinggi. Misalnya, biasanya kami bayar Rp 250.000 kini menjadi Rp 750.000," ungkapnya kepada KONTAN, Selasa (10/12).
Namun, pajak penghasilan ini bisa diambil kembali ke pemerintah lewat proses restitusi pada akhir tahun jika kelebihan membayar. Dia bilang, aturan ini juga tidak berdampak pada harga jual yang didistribusikan kepada konsumen.
Presiden Direktur Erajaya Swasembada, Budiarto Halim, juga menyatakan bahwa aturan ini hanya berpengaruh pada arus kas. "Yang naik pajak penghasilan kami. Jadi, tidak ada pengaruhnya ke harga jual. Lagipula, produk kami lebih dari 50% itu dari lokal," ucapnya. Contohnya, produk Samsung dan LG dibeli dengan menggunakan kurs rupiah dan dibeli di dalam negeri.
Yang jelas, kata Budiarto, hanya perusahaan impor yang kuat yang bisa bertahan dari aturan baru ini. Sebab, perusahaan impor ini harus siap membayar pajak di awal dengan beban lebih tinggi. "Ini bisa membuat konsolidasi bagi perusahaan-perusahaan kecil. Tapi, bagi Erajaya, hal ini tidak berpengaruh karena kondisi keuangan kami masih bagus," ungkapnya.
Sebetulnya, rencana pemerintah ini cukup bagus. Hanya saja, bagi Budi, peningkatan pajak ini bakal membuka peluang lebih tinggi untuk membuka pasar ilegal. Pasalnya, beban yang diberikan kepada para pengusaha ini sangat besar. "Yang kami takutkan adalah aturan ini membuka peluang untuk pertumbuhan lebih besar bisnis ponsel di pasar gelap. Sebab, banyak perusahaan tidak sanggup membayar PPh di awal," katanya.
Sementara itu, aturan pemerintah menaikkan tarif PPh impor ini tidak adil bagi para importir yang punya tanda pengenal. Pasalnya, aturan baru tersebut berbunyi bahwa pemerintah tidak membedakan tarif PPh antara importir yang memiliki tanda pengenal impor maupun yang tidak.
Ketua Umum Asosiasi Pedagang dan Importir Telepon Genggam (Aspiteg) Ali Cendrawan menyatakan bahwa kebijakan pemerintah ini bakal mengacaukan pasar. "Ini tidak fair, impor bakal kacau, dong," ucapnya kepada KONTAN.
Ali bilang, bila nilai pajak menjadi sama, untuk apa harus bersusah payah mendaftarkan diri sebagai importir yang memiliki tanda pengenal? "Lebih baik semuanya tidak usah memiliki tanda pengenal," timpalnya.
Ali tidak mengerti alasan pemerintah mengeluarkan beleid ini untuk menekan jumlah importir gadget. Pasalnya, saat ini, ponsel sudah menjadi produk kebutuhan untuk sehari-hari.
Menurut Eko Nilam, Ketua Asosiasi Importir Seluler Indonesia sepeti dilansir Kompas.com, beleid ini membuat harga ponsel terkerek Rp 100.000 sampai Rp 200.000 per unit. Soalnya, kenaikan PPh ini bisa jadi bakal dibebankan oleh distributor kepada konsumen supaya margin keuntungan tidak tergerus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News