kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45933,94   -29,79   -3.09%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Presiden Jokowi akui negara sulit biayai gap transisi energi


Senin, 22 November 2021 / 16:23 WIB
Presiden Jokowi akui negara sulit biayai gap transisi energi
ILUSTRASI. Presiden Joko Widodo


Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui ada kebutuhan biaya yang besar dalam upaya mendorong transisi energi fosil menuju energi baru terbarukan (EBT). Jokowi mengungkapkan, saat ini Indonesia sudah cukup lama menggunakan energi dari batubara. Meskipun Indonesia memiliki potensi yang besar untuk sumber EBT, namun perlu ada skenario yang matang.

Jokowi menilai biaya listrik berbasis EBT nantinya bisa saja akan lebih tinggi ketimbang energi yang berbasis batubara. "Misalnya pendanaan atau investasi datang, kan lebih mahal dari batubara. Siapa yang bayar gap-nya? negara? kita gak mungkin, angkanya berapa ratus triliunan itu," kata Jokowi ketika membuka Gelaran The 10th Indonesia EBTKE ConEx 2021, Selasa (22/11).

Jokowi melanjutkan, beban selisih biaya transisi energi ini juga tidak mungkin dibebankan pada masyarakat. Jika dibebankan pada masyarakat, maka ada kenaikan biaya listrik yang cukup tinggi.

Untuk itu, Jokowi telah menginstruksikan jajaran kementerian terkait antara lain  Kementerian Kordinator Maritim dan Investasi, Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN untuk memikirkan skema yang konkrit dalam menjalankan transisi energi. 

Baca Juga: Indonesia belum gunakan stok energi secara efisien, ini rekomendasi CPI

Selain itu, Jokowi meminta agar ada kalkulasi yang detail soal kebutuhan dana dalam mendorong transisi energi ini. Nantinya, hal ini direncanakan akan disampaikan Jokowi dalam KTT G20 di Bali pada tahun depan. Merujuk catatan Kontan, salah satu upaya mendorong transisi EBT adalah dengan mempercepat jadwal pensiun PLTU.

Wakil Direktur Utama PT PLN, Darmawan Prasodjo menyebut, ada kewajiban yang harus ditanggung dari rencana memensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Hingga 2028, ada rencana menghentikan operasional 5,4 Gigawatt (GW) PLTU. Ini berpotensi menambah kompensasi US$ 3,8 miliar setara Rp 53,58 triliun (kurs Rp 14.100 per dollar AS). 

Salah satu opsi untuk mempercepat early retirement adalah mendorong akuisisi aset PLTU PLN oleh pihak ketiga melalui program Energy Transition Mechanism (ETM). 

Pendanaannya berasal dari pajak karbon di 2022 dan APBN. "Kita masih berusaha agar early retirement PLTU soft dengan planning yang sangat holistik," imbuh Darmawan dalam acara webinar Kompas Talks bertajuk Energi Terbarukan, belum lama ini.

Selanjutnya: Pertamina tuntaskan target penugasan BBM satu harga di 76 titik, ini perinciannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet Using Psychology-Based Sales Tactic to Increase Omzet

[X]
×