kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Produksi dan ekspor kakao bakal merosot tahun ini


Senin, 05 Maret 2012 / 14:24 WIB
Produksi dan ekspor kakao bakal merosot tahun ini
ILUSTRASI. Peremajaan Kebun Sawit


Reporter: Handoyo | Editor: Edy Can



JAKARTA. Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) memprediksikan peningkatan produksi kakao nasional tidak akan sebesar dua tahun lalu. Sekretaris Eksekutif Askindo Firman Bakrie beralasan, banyak petani kakao rakyat yang mulai beralih ke tanaman lainnya.

Dia mencontohkan yang terjadi di Sumatera dan Sulawesi. Menurutnya, petani di sana mulai menanam jagung atau kelapa sawit di sela-sela tanaman kakao karena lebih menguntungkan. Firman membandingkan, satu hektare (Ha) lahan kakao hanya menghasilkan Rp 10 juta per tahun sedangkan sawit dan karet sebesar Rp 20 juta dan 24 juta per tahun.

Firman memperkirakan, produksi kakao hanya akan berada di level 500.000 ton saja atau naik tipis 16,3% dari 2011 lalu yang hanya sebesar 430.000 ton. Sementara jika dibandingkan dengan tahun 2010, produksi kakao menurun sebesar 9%.

Sekedar informasi, luas lahan perkebunan kakao Indonesia tahun lalu mencapai 1,6 juta Ha. Dari total luas lahan tersebut 96% merupakan perkebunan rakyat, sementara sisanya dari perkebunan nasional (PTPN) dan swasta.

Ekspor melorot

Ekspor kakao juga menurun. Firman memperkirakan, ekspor kakao tahun ini tak akan melampaui 2011 lalu. Catatan saja, ekspor 2011 lalu sebesar 200.000 ton atau turun 53,5% dari 2010 lalu yang sebesar 430.000 ton.

Firman beralasan penurunan ekspor ini lantaran banyak negara mengalihkan permintaan ke produsen lain seperti Pantai Gading dan Ghana. Selain itu, dia berdalih, penurunan ekspor karena adanya penerapan pajak ekspor secara progresif.

"Bea keluar progresif tidak sinkron dengan sistem perdagangan kakao," ujar Zulhefi.


Zulhefi Sikumbang, Ketua Umum Askindo mengatakan, aturan pajak ekspor progresif tidak sejalan dengan pola perdagangan kakao di bursa berjangka. "Bea keluar progresif tidak sinkron dengan sistem perdagangan kakao," ujarnya.

Dibandingkan produsen kakao lain, seperti Ghana, menurut Zulhefi, negara tersebut telah menerapkan bea keluar kakao satu harga. Setiap ekspor kakao dikenai biaya US$ 80 per ton atau sekitar Rp 750-Rp 800 per kilogram (kg).

Sementara di Indonesia, dia bilang bea keluar setiap kilogram ekspor kakao dikenakan sesuai dengan harga pasar. "Menurut saya BK ideal berkisar Rp 1.000 per kg," kata Zulhefi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×