Reporter: Sofyan Nur Hidayat, Yudo Widiyanto | Editor: Test Test
JAKARTA. Persyaratan kandungan lokal 80% dalam program mobil murah dan ramah lingkungan alias green car masih menjadi kendala bagi produsen. Maklum, sejumlah komponen belum tersedia di dalam negeri.
Irwan Priyantoro, Direktur Hubungan Eksternal PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMI) mengatakan, kandungan lokal yang terlalu tinggi akan sulit dipenuhi dengan harga mobil yang murah. "Padahal, masih ada beberapa raw material yang tidak tersedia di dalam negeri," ungkap Irwan, Jumat (17/12).
Salah satu bahan dasar yang tidak tersedia di Indonesia adalah baja untuk otomotif. Perusahaan baja di Indonesia seperti PT Krakatau Steel Tbk hanya memproduksi baja untuk kebutuhan infrastruktur. Produsen baja sendiri masih ragu memproduksi baja untuk otomotif karena butuh investasi besar. Di sisi lain pasarnya terbatas karena volume produksi mobil di Indonesia belum terlalu besar.
Selain baja, bahan dasar yang masih diimpor adalah karet sintetis dan plastik resin. Irwan berpendapat untuk mencapai kandungan lokal yang tinggi, sebaiknya diawali dengan peningkatan volume produksi mobil dalam negeri.
Sebetulnya, kandungan lokal mobil produksi Indonesia sudah cukup tinggi. Sebagai contoh kandungan lokal Innova sudah mencapai 74% dan Avanza sudah lebih dari 80%. Untuk memenuhi kandungan lokal tersebut, Toyota bekerjasama dengan sekitar 100 pemasok besar dan lebih dari 200 usaha kecil menengah (UKM).
Sekedar mengingatkan, pemerintah berencana mengembangkan green car dengan kandungan lokal minimal 80%. Untuk proyek ini, pemerintah menjanjikan insentif berupa pengurangan pajak barang mewah, penanggungan bea masuk, perizinan kawasan pabrik, dan pengurangan pajak daerah.
Menanggapi hal ini, Jongkie D Sugiarto, Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengatakan, tidak ada satu negara pun yang bisa memproduksi mobil dengan 100% kandungan lokal. Sebagian komponen pasti akan dibeli dari negara lain. "Untuk memproduksi sebuah mobil itu harus berasal dari berbagai sumber," kata Jongkie.
Demikian juga dengan Indonesia. Jika produsen harus memproduksi sendiri, investasi yang dibutuhkan sangat besar. Jadi akan lebih ekonomis jika membeli dari negara lain. Dia mengatakan program mobil nasional itu masih dalam penggodokan. Jadi, Gaikindo masih menunggu detail persyaratan yang diberikan oleh pemerintah untuk program ini.
Secara terpisah, produsen komponen juga lebih suka melempar produk ke pasar global. Tengoklah PT Multistrada Arah Sarana Tbk, produsen ban Achiles. Saat ini Multistrada memasok original equipment manufacturer (OEM) untuk Mitsubishi, Hino, dan Hyundai. Namun pasar OEM ini masih menyumbang porsi yang kecil dari total penjualan Multistrada. Menurut Edward Mamahit, Manajer Pemasaran Internasional dan Pengembangan Bisnis Multistrada, perusahaan belum mau mengincar agen tunggal pemegang merek (ATPM) lain sebagai pembeli baru. "Kami lebih tertarik untuk mengincar OEM luar," katanya.
Hal ini disebabkan rendahnya harga jual OEM di pasar domestik. ATPM lokal menawar harga OEM murah agar bisa menjual mobil dengan harga terjangkau. Karena itulah Multistrada mengekspor 80% produknya. Sebagian besar produk Multistrada adalah ban pengganti, bukan OEM. "Buat kami ban pengganti pasarnya lebih luas," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News