kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Produsen pipa baja mengerek harga jual


Sabtu, 08 Oktober 2016 / 19:00 WIB
Produsen pipa baja mengerek harga jual


Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Pelaku industri hilir baja menaikkan harga jual baja menyusul kenaikan harga bahan baku di pasar global. Salah satu industri menaikkan harga adalah industri pipa baja, yang menaikkan harga jual untuk mengimbangi kenaikan biaya produksi akibat bahan baku.

Johanes Wahyudi Edward, Investor Relations PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk menyebutkan, dalam rentang waktu setahun terakhir, harga bahan baku yaitu hot rolled coil (HRC) naik sebesar 31,44%. "Kenaikan harga HRC berpengaruh ke harga jual produk kami," kata Johanes saat dihubungi KONTAN Jumat (7/10).

Menurut Johanes, harga baja pada September 2015 lalu ada di level US$ 318 per ton, namun per September 2016 harganya sudah naik menjadi US$ 418 per ton. Sampai akhir tahun ini, Johanes memperkirakan, harga HRC ada di kisaran US$ 400 per ton.

Merujuk laporan keuangan perusahaan yang kerap disebut Spindo tersebut, pada semester I-2016 beban bahan baku yang dibelanjakan tercatat senilai Rp 1,59 triliun, naik 275% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 425,29 miliar.

Bila diperinci, Spindo membeli bahan baku dari PT Krakatau Steel Tbk sebesar Rp 485,87 miliar, Marubeni - Tochu Steel sebesar Rp 548,64 miliar, Hyosung Corporation sebesar Rp 345,21 miliar dan Sino Glory Metal Resources sebesar Rp 213 miliar.

Untuk mengimbangi kenaikan harga tersebut, Spindo menaikkan harga jual 10%-20% dalam rentang waktu Maret–September 2016 lalu. Sampai akhir tahun ini, kenaikan harga jual produk Spindo diproyeksikan bisa sampai 30%.

Kenaikan harga bahan baku juga menjadi tantangan bagi perusahaan pipa lainnya seperti PT Bakrie Pipe Industries (BPI). Chief Executive Officer (CEO) R. Atok Hendrayanto bilang, kenaikan harga bahan baku diperberat dengan pengenaan bea masuk HRC yang ditetapkan oleh pemerintah.

Menurut Atok, kenaikan harga HRC impor plus dengan bea masuk bisa mencapai US$ 550 per ton. Sementara, harga jual HRC lokal yang diproduksi oleh PT Krakatau Steel Tbk ada di harga US$ 600 per ton. "Proyeksi kami, kenaikan harga masih bisa terjadi sampai akhir tahun sebesar US$ 30 lagi," kata Atok saat dihubungi KONTAN Jumat (7/10).

Pasar pipa migas lesu

Asal tahu saja, pemakaian bahan baku HRC berkontribusi hampir 70% dari total keseluruhan bahan baku yang dibutuhkan untuk memproduksi pipa. Maka itu, kenaikan harga HRC akan mempengaruhi harga jual produk pipa atau baja yang diproduksi oleh BPI. "Kenaikan harga jual pasti akan mengikuti kenaikan harga bahan baku, namun kami tak bisa sebut persentasenya," kata Atok.

Terkait dengan kondisi produksi, Bakrie Pipe belum melakukan penambahan produksi. Justru sebaliknya, produksi susut karena pasar lesu. Menurut Atok, permintaan pipa baja dari sektor minyak dan gas saat ini sedang lesu, sehingga mempengaruhi utilisasi pabrik pipa Bakrie.

Sebagai informasi saja, total kapasitas dua pabrik milik Bakrie mencapai 300.000 ton per tahun. Untuk pabrik pipa migas di Lampung hanya bisa mengejar utilisasi di bawah 20%. Sedangkan pabrik pipa umum di pabrik Bekasi tercatat dengan utilisasi 50% saat ini.

"Kami tertolong pipa umum (general) untuk kebutuhan konstruksi, properti dan juga pemerintah salah satunya untuk proyek bandara Kertajati," kata Atok.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait


TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×