Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN,CO,ID - JAKARTA. Industri kemasan nasional diperkirakan tetap berpotensi tumbuh positif di tengah tantangan pemenuhan bahan baku dan perubahan perilaku konsumen.
Direktur Eksekutif Indonesia Packaging Federation (IPF) Henky Wibawa mengatakan, pihaknya memproyeksikan pertumbuhan kinerja penjualan industri kemasan Indonesia berada di kisaran 2%-3% pada 2024.
Salah satu tantangan yang kini dihadapi oleh industri kemasan adalah penurunan utilitas industri petrokimia yang notabene memproduksi bahan baku kemasan seperti biji plastik.
IPF pun menyoroti kondisi para produsen biji plastik, khususnya PE Polyethylene, yang merasa tersaingi oleh produk-produk impor dari China, terutama dari sisi harga. Dalam pemberitaan sebelumnya pun, produsen petrokimia meminta pemberlakuan safeguard kepada pemerintah untuk membendung impor dari China.
Namun, IPF menolak adanya rencana safeguard tersebut. Sebab, pada dasarnya sekitar 50% PE Polyethylene masih harus diimpor dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan industri kemasan lokal.
Baca Juga: Petrokimia Gresik Sukses Lakukan Efisiensi dan Turunkan Emisi Karbon Lewat Teknologi
Lagi pula, ketidakmampuan produsen petrokimia untuk bersaing dengan produk impor China lebih disebabkan oleh teknologi mereka yang dianggap sudah ketinggalan dan kurang efisien. Padahal, di negara lain seperti China dan Timur Tengah sudah mengadopsi teknologi gas face yang memungkinkan produksi petrokimia tanpa melibatkan naphta.
“Jangan sampai kekalahan dalam bersaing dengan harga jual produk impor ini kemudian dibebankan kepada industri hilir seperti kemasan,” ujar dia, Senin (7/10).
Jika safeguard diberlakukan, tentu para produsen kemasan akan sulit bersaing dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara yang bahan bakunya tidak dikenakan bea masuk tambahan.
Selain itu, perubahan perilaku konsumen juga terus diperhatikan oleh para produsen kemasan dalam negeri. Saat ini, masyarakat urban banyak yang menggemari belanja online atau membeli barang dengan cepat. Tak heran, beberapa supermarket besar tutup, namun minimarket dan e-commerce mampu tumbuh subur. Kondisi ini membuat para produsen kemasan perlu menyesuaikan strategi dan model bisnisnya.
Adapun sektor yang memiliki permintaan tinggi terhadap kemasan saat ini antara lain makanan siap saji, kosmetik, personal care, produk susu, dan kesehatan. “Industri berbasis UMKM juga marak tumbuh,” imbuh Henky.
Sementara itu, PT Panca Budi Idaman Tbk (PBID) mengaku sampai saat ini kegiatan usahanya masih berjalan normal di tengah isu anjloknya kinerja industri petrokimia. Emiten ini senantiasa menjalin hubungan baik dengan para pemasok bahan baku plastik.
“Kami kerja sama dengan lebih dari 20 produsen petrokimia,” tutur Direktur dan Sekretaris Perusahaan PBID Lukman Hakim, Senin (7/10).
Manajemen PBID sendiri memproyeksikan pertumbuhan penjualan dapat mencapai 10% sampai akhir tahun 2024. Perusahaan ini juga membidik perolehan margin laba bersih sekitar 8% sampai 10%.
Baca Juga: Dexa Group Fokus Dorong Penelitian Kesehatan hingga Pelestarian Lingkungan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News