Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Proyek migas Jambaran Tiung Biru (JTB) hingga saat ini masih jalan di tempat. Masalahnya belum ada kesepakatan harga gas antara PT Pertamina (persero) dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Padahal jika tidak segera dikembangkan, keekonomian proyek tersebut akan semakin turun. Direktur Utama PEPC, Adriansyah pernah mengatakan, jika onstream lapangan JTB mundur setahun dari jadwal onstream maka akan ada penurunan keekonomian sebesar 1%-2%. Penurunan keekonomian tersebut dipengaruhi oleh Net Present Value (NVP) yang turun dan tidak adanya fresh money.
Untuk itu, Pertamina membutuhkan PLN untuk bisa mencapai kesepakatan harga agar ada kejelasan pembeli gas dari lapangan JTB. "JTB perlu PLN untuk menyerap gas agar proyek bisa dikembangkan,"ujar Ardiansyah kepada KONTAN, Senin (24/7).
Lebih lanjut Ardiansyah pun menyebut saat ini proses negosiasi harga gas antara Pertamina dan PLN terus berlanjut. Pemerintah pun telah turun tangan agar segera terjadi kesepakatan harga gas dari lapangan JTB
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar bilang, pemerintah akan membantu agar Pertamina bisa menurunkan capital expenditure (capex) di proyek JTB. Diharapkan dengan penurunan capex, harga gas JTB juga bisa turun. Sebelumnya, Pertamina mematok harga gas dari JTB dijual seharga US$ 7 per million metric british thermal unit (mmbtu) agar bisa memenuhi keekonomian lapangan JTB.
Arcandra pun menyebut pemerintah akan terus mengusahakan agar harga gas bisa pas dengan PLN dan Pertamina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News