kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pulau Bintan pilot project budidaya singkong


Kamis, 24 Januari 2013 / 15:39 WIB
Pulau Bintan pilot project budidaya singkong
ILUSTRASI. Wall Street. REUTERS/Andrew Kelly


Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri

TANJUNGPINANG. Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI) bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepulauan Riau (Kepri) untuk menjadikan Pulau Bintan, Kabupaten Bintan sebagai pilot project pengembangan budidaya singkong Formula Satu (F-1) dengan menggunakan treatment serbuk sabut kelapa (coco peat).

“Untuk tahap awal, luas lahannya disepakati 10 hektare. Jika ujicoba ini sukses, Pemprov Kepri sudah mencadangkan lahan seluas 30 hektare di Tanjung Batu, Kabupaten Karimun,” ungkap Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan AISKI, Ady Indra Pawenari, usai melakukan pertemuan dengan Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan Provinsi Kepri, Said Jaafar di Tanjungpinang, Rabu (23/1/2013).

Menurut Ady, pemilihan Pulau Bintan sebagai daerah pilot project pengembangan budidaya singkong F-1 dengan treatment coco peat tidak terlepas dari posisi strategis Pulau Bintan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, Singapura dan Malaysia.

Apalagi Pemprov Kepri sudah memiliki kerja sama pemasaran hasil pertanian dengan Singapura. Mengutip data statistik Agri – Food and Veterinary Authority of Singapura (AVA), kebutuhan sayur mayur di negara singa itu mencapai 487.336 ton per tahun. Sementara kebutuhan buah-buahan mencapai 374.067 ton per tahun.

“Sampai saat ini, Kepri baru bisa memasok sayur-sayuran organik ke Singapura 2 ton per hari. Padahal, kebutuhannya mencapai 1.000 ton per hari,” kata Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan Provinsi Kepri, Said Jaafar.

Said mengaku, sudah mengenal pemanfaatan coco peat untuk meningkatkan produktivitas lahan sejak tahun 2004 lalu di Thailand. Namun, di dalam negeri, ia baru mengetahuinya dari publikasi AISKI melalui media.

“Waktu saya ke Thailand, saya lihat tanah kebun di sana hitam-hitam dan gembur. Tanamannya juga cukup subur. Setelah saya tanya, ternyata yang hitam-hitam itu coco peat,” tuturnya.

Baik Ady maupun Said menyatakan kesiapannya mendukung program pemerintah mencapai swasembada pangan pada tahun 2014. Termasuk target pemerintah memproduksi singkong sebanyak 27,6 juta ton di areal seluas 1,5 juta hektare.

“Dalam hitungan ujicoba dan simulasi AISKI, baik di lahan subur maupun lahan marginal dan miskin hara, produksi singkong dengan menggunakan treatment coco peat dapat ditingkatkan menjadi 500-800 ton per hektare. Jadi, untuk mencapai target 27,6 juta ton itu, AISKI hanya butuh lahan seluas 55 ribu hektare,” jelas Ady.

Bibit singkong yang akan dikembangkan AISKI di Pulau Bintan adalah bibit hasil inkubasi DNA (deoxyribosenucleid acid) singkong asal Taiwan dan singkong asli Kalimantan Timur. Pengembangannya dilakukan dengan sistem tumpang sari, yakni menyertakan tanaman pendamping seperti sayur-sayuran dan tanaman lainnya. (Editor Anwar Sadat/Tribunnews)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×