Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menaikkan pungutan ekspor minyak sawit. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung memastikan pihaknya akan siap mendukung PMK 23 Tahun 2022 mengenai tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Hanya saja, kata Gulat, dengan kenaikan pungutan ekspor sawit tersebut, pemerintah juga harus mau pasang badan bila terjadi penurunan harga tanda buah segar (TBS) petani.
"Kita pastikan dukung, jika pemerintah mau pasang badan dan memastikan harga TBS petani tidak terjun, apalagi ambruk," kata Gulat saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (18/3).
Baca Juga: Mendag: Pemerintah Tak Bisa Kalah dari Mafia Minyak Goreng
Gulat mengatakan, dengan pungutan ekspor CPO US$175 per ton saja, harga TBS petani sudah tertekan sekitar Rp 507-Rp 700 perkilogram. Hal tersebut baru dikarenakan pungutan ekspor, belum lagi ditambah bea keluar.
"Kalau ditotal, tekanan yang ditanggung petani, bisa mencapai Rp 1.600 per kilogram. Begitu hitungan kami," kata Gulat.
Ia menambahkan, sekitar 42% dari 16,38 juta hektare luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah milik petani. Maka pemerintah diminta tak terburu-buru menaikkan pungutan ekspor sawit.
Tahun lalu saja dana pungutan ekspor CPO yang terkumpul sekitar Rp 71 triliun dan diperkirakan masih ada sisa sekitar 30%. "Artinya masih ada stok duit sekitar Rp 21 triliun. Nilai sebesar itu sangat aman," ujar Gulat.
Baca Juga: Permintaan Maaf Menteri Perdagangan karena Tak Bisa Lawan Spekulan Minyak Goreng
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News