kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45914,93   -8,56   -0.93%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Realisasi impor daging hanya 40% dari kuota


Jumat, 23 September 2016 / 10:43 WIB
Realisasi impor daging hanya 40% dari kuota


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Upaya pemerintah membuka keran impor daging sapi besar-besaran belum juga mampu menekan harga daging di pasar. Salah satu penyebabnya adalah realisasi izin impor daging sapi yang dilakukan importir swasta masih minim.

Asisten Deputi Peternakan dan Perikanan Kemenko Perekonomian Jafi Alzagladi mengatakan, berdasarkan data yang diperoleh Kementerian Perdagangan (Kemdag), realisasi impor daging sapi saat ini masih rendah. "Dari data impor kita, realisasi impor daging hanya 40% dari total izin impor yang sekitar 80.000 ton," ujarnya, Rabu (21/9).

Pemerintah mendorong agar para importir swasta segera mempercepat realisasi impor agar pasokan daging dalam negeri cukup. Sebab saat ini, harga daging sapi masih tinggi, stabil di kisaran Rp 120.000 per kilogram (kg).

Jafi sekaligus membantah impor daging ini untuk membunuh bisnis peternakan lokal. Berdasarkan data yang dimiliki pemerintah, kebutuhan daging dalam negeri masih tinggi. Impor daging hanya untuk mengisi kekurangan stok dalam negeri.

Menurut hitungan pemerintah, stok daging lokal itu hanya mampu memenuhi 60% dari total kebutuhan daging dalam negeri. "Pemerintah mengisi kekurangan stok daging sekitar 30% lagi dari daging impor, bahkan dari sapi bakalan impor," tandasnya.

Menurut Jafi, saat ini, stok daging dalam negeri kosong, karena importir telah mengeluarkan stok untuk memenuhi pasar dalam negeri, termasuk untuk kebutuhan industri. Kekurangan stok ini dicoba dipenuhi lewat penugasan pada Perum Bulog untuk mendatangkan daging kerbau dan sapi sebanyak 80.000 ton sampai akhir tahun.

Thomas Sembiring, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) tidak membantah realisasi impor daging masih rendah. Penyebabnya, harga daging sapi dari Australia masih tinggi. "Saat di Australia harga daging naik, importir itu menunggu," ujarnya.

Thomas menjelaskan, dalam tiga tahun terakhir, Australia terlalu mengekspor daging sapi. Akibatnya, populasi sapi menurun. Perusahaan sapi mengurangi ekspor, sehingga harga naik. Problemnya, kenaikan harga ini menjepit importir lantaran pemerintah meminta harga daging impor di pasar harus di bawah Rp 80.000 per kg. Karena itu, importir pilihi menunggu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×